Catatan Pinggir

Minggu, 18 Juli 2010

DPD Kalsel Keluhkan Pihak Kejaksaan

Kajagung Disurati
 
BANJARMASIN - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Kalimantan Selatan (Kalsel) mengeluhkan kinerja penegakan hukum dari pihak Kejaksaan di lingkungan Provinsi Kalsel.
    Banyak kasus dugaan korupsi yang tersendat penanganannya di Kejaksaan Tinggi (Kejati), maupun Kejaksaan Negeri (Kejari) yang ada di Kalsel.
      Atas dasar itu, anggota DPD/MPR RI asal Kalsel menyurati Kepala Kejaksaan Agung (Kajagung) RI, Hendarman Supandji tertanggal 13 Juli 2010, yang ditandatangani salah satu anggota DPD/MPR RI, Ir Adhariani SH MH. Tembusan ditujukan kepada Satuan Tugas (Satgas) Mafia Hukum, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, dan Kepala Kejati Kalsel.
      Surat dengan perihal permohonan percepatan pemeriksaan perkara yang dilayangkan ini, dikarenakan banyaknya kasus hukum yang terjadi di banua.
    Keprihatinan dan dalam rangka menjalankan funsi pengawasan birokrasi ini, DPD sudah beberapa kali membangun komunikasi dengan pihak kejaksaan, baik Kejati termasuk beberapa Kejari di Kalsel.
      Komunikasi itu, dalam rangka mendorong beberapa kasus yang menjadi perhatian publik, namun prosesnya tersendat di institusi penegak hukum di Kalsel.
    Ia mencontohkan, kasus Rp 52 milyar yang menjadi temuan BPK RI yang diungkapkan Rizal Jalil. “Bahkan kasus itu, sebut Rizal sudah diteruskan ke pihak kejaksaan untuk dilakukan pengusutan,” katanya.
    Tidak itu saja, Adhariani, malah menyebutkan agar pihak kejaksaan segera mengusut potensi korupsi yang terjadi di berbagai perusahaan daerah, Bank Daerah, dan PDAM Kalsel.
     Dilanjutkannya, dugaan tindak pidana korupsi lain, seperti pembangunan jembatan RK.Ilir, pembangunan siring di Jl Piere Tendean Banjarmasin, dan pintu gerbang batas kota Banjarmasin dengan Kabupeten Banjar di Jl.A Yani Pal.6. “Lihat saja keadaan proyek yang dibangun dengan nominal yang dianggarkan tidak wajar,” cetusnya.
      Indikasinya, sebutnya, seperti pelaksanaan proyek yang kemudian anggarannya dibengkakkan, bahkan ditengarai ada pemberian fee kepada pejabat daerah untuk memuluskan penyerahan proyek dan sebagainya. “Ini jelas-jelas merugikan keuangan daerah,” celetuknya.
      Intinya, pihak kejaksaan harus bergerak untuk melidik proyek-proyek itu, untuk mencari kejelasan hukum, seperti tidak ada markup biaya, dan perbuatan yang termaktub dalam UU.31/1999. “Sebab, itu mendapat perhatian dari perwakilan daerah Kalsel, dan banyak pihak,” timpalnya.
      Terpisah, Anang Rosadi Adenansi mengungkapkan harus ada kesepahaman antara legislatif dan eksekutif (DPR dan Presiden, red) untuk memberantas korupsi yang makin marak di Indonesia, termasuk di Kalsel. Seperti, harus ada pembuktian terbalik.
      Ia meminta agar ada pemutihan aset. Sebab, uang mudah disembunyikan. Bahkan, ada aturan yang mengatur transaksi uang pejabat di lingkungan pemerintah, penegak hukum, termasuk yang duduk di parlemen. “Jadi termasuk mengurangi transaksi uang secara cash. Ada aturan misal diatas Rp 2 juta sudah harus lewat Bank yang sudah ditunjuk,” katanya. 
       Hal itu dimaksudkan, agar mudah melakukan pelacakan jika terjadi pembengkakkan di rekening pejabat. (farid) 

Eksekusi Hairul Sales cs Membingungkan

Pengamat Hukum: Sebaiknya Keduabelahpihak Melakukan Klarifikasi Dulu di MA

BANJARMASIN
– Masyarakat Kalsel kembali dibuat bingung menyaksikan proses penegakan hukum di daerah ini. Di tengah upaya Kejati Kalsel untuk memenjarakan tiga terpidana kasus korupsi proyek pembebasan lahan Pabrik Kertas Martapura (PKM) Kabupaten Banjar yang divonis bersalah oleh Mahkmah Agung (MA), pro kontra terhadap rencana eksekusi itu mulai muncul.
Kontra karena tim kuasa hukum terpidana Khairul Saleh cs (Hairul Saleh selaku pimpro pembebasan lahan yang kini menjabat Kepala Biro Umum, Pemprov Kalsel, Gunawan Direktur pabrik kertas PT Golden Martapura selaku pemegang HGU, dan Iskandar Djamaludin, mantan Kepala BPN Kabupaten Banjar) tetap bersikukuh bahwa pihaknya menolak kliennya dieksekusi karena menilai putusan MA batal demi hukum.
Alasannya, meski menyatakan ketiga orang klien mereka bersalah, namun dalam putusan tersebut tidak menyertakan perintah penahanan terhadap terpidana.
“Nampaknya, terdapat kelemahan dalam format putusan MA, karena tidak adanya status hukum alias perintah penahanan bagi ketiga terpidana. Dan itu yang menjadi dasar tim kuasa hukum,” ujar Pengamat Hukum Unlam Banjarmasin, HM Effendi SH MH.
Penafsiran itu lanjut Effendi, berbeda dengan pihak Kejaksaan Tinggi Kalsel yang beranggapan, meski sebelumnya terpidana pernah divonis bebas di Pengadilan Negeri (PN), dengan turunnya putusan MA secara otomatis menjadikan ketiganya berstatus tersangka dan dapat ditahan, tanpa melihat status bebas yang disandang terpidana sebelumnya.
Kondisi tersebut kata Effendi tentu saja semakin membingungkan masyarakat. Untuk itu, ia menyarankan agar keduabelahpihak (tim kuasa hukum dan kejaksaan) melakukan konfirmasi di MA terhadap perbedaan persepsi dimaksud.
“Sebaiknya diklarifikasi dulu. Apakah bisa sertamerta dieksekusi, atau sebaliknya. Ini penting agar masyarakat tidak semakin bingung,” paparnya.
Lebih jauh Effendi mengatakan, pendapat tim kuasa hukun tiga terpidana itu juga ada benarnya, karena bila mengacu pada ketentuan syarat sebuah putusan yang salah satunya harus memuat kepastian status terpidana, maka format putusan MA tersebut dapat ditentang.
”Sebagaimana yang diatur dalam pasal 197 KUHP, bila salah satu syarat (tidak menyebutkan status terpidana, red) tidak dipenuhi, putusan bahkan bisa batal demi hukum,” jelasnya.

Masalahnya, apakah ketentuan itu berlaku hanya sampai di tingkat Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT), atau berlaku juga hingga tingkat MA.
“Makanya harus diklarifikasi dulu, baru mengambil tindakan,” timpalnya menyarankan.
Sebagaimana diketahui, MA menerbitkan putusan tanggal 19 Januari 2010 lalu terkait perkara pembebasan lahan eks PKM ini. Dalam putusan MA, tiga orang ini, dijatuhi hukuman masing-masing lima tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta.
Masih dalam putusan, khusus bagi untuk Gunawan Susanto, selain harus menjalani hukuman penjara masih ditambah dengan kewajiban mengembalikan kerugian Negara sebesar Rp 6,3 miliar. Jika tidak dibayar dalam tempo 1 bulan, maka akan dilakukan penyitaan terhadap harta benda yang dimilikinya. Jika tidak ada harta benda yang bisa disita, maka akan diganti dengan hukuman penjara selama 4 tahun. (lutfia rahman)

Uang Masuk Kantong Pejabat Pemkot ?

BANJARMASIN - Rendahnya nilai uang sewa lahan yang diterima Pemkot Banjarmasin dari pengelola SPBU Teluk dalam mendapat perhatian serius para wakil rakyat di DPRD Banjarmasin.
"Ini sungguh tidak masuk akal, pengelola hanya bayar Rp 5 juta per tahun. Tidak menutup kemungkinan ada uang lain di luar sewa yang masuk kantong pejabat, itulah mengapa perjanjian yang dibuat sangat merugikan Pemkot Banjarmasin," ucap Ketua Komisi II DPRD Banjarmasin, M Isnaini kepada MK, Jumat (16/7) kemarin.
Padahal harga itu bisa saja dipungut Pemkot lebih tinggi dan berpotensi meningkat setiap tahunnya dengan perjanjian yang dapat dievaluasi secara berkala. Namun kenyataannya lanjut Politisi Partai Bintang Reformasi (PBR) ini, jika dilihat dari isi perjanjian yang sangat merugikan Pemkot diantaranya status lahan tidak dapat diambil sewaktu diperlukan dan lamanya kontrak sewa hingga 30 tahun.
"Isinya saja sangat lemah, makanya pungutan yang diambil juga sedikit, namun siapa tahu jumlah sewa yang dibayar memang sesuai perjanjian, tapi masih ada aliran dana yang disetorkan ke pejabat yang tentunya lebih tinggi, dan itu tidak mustahil," tandasnya.
Untuk menyikapi permasalahan ini, Isnani berjanji dalam waktu dekat memanggil semua pejabat Pemkot Banjarmasin yang terlibat dalam pembuatan perjanjian yang diketahui tanpa rekomendasi pihak DPRD Banjarmasin itu. Selain mengorek keterangan dari pihak Pemkot pihaknya juga akan mengundang pengelola SPBU dalam suatu rapat Komisi.
"Nanti kita akan korek keterangan dari mereka, dan saya juga ingin melihat langsung isi perjanjian itu." pungkasnya.(hendra)

Pungutan Sewa SPBU Teluk Dalam Dipertanyakan

BANJARMASIN - Polemik SPBU Teluk Dalam yang berdiri di atas jalur hijau nampaknya cukup menyita perhatian para wakil rakyat di DPRD Banjarmasin.
Bagaimana tidak, selain tidak mengantongi izin DPRD saat Pemkot Banjarmasin membuat perjanjian kerjasama sewa yang tertuang dalam hak pengelolaan lahan (HPL) dengan pengelola SPBU. Kritikan terus mengalir takala belakangan diketahui uang sewa yang dipungut Pemkot Banjarmasin selama tahun 1980 dinilai sangat sedikit jika dilihat dari segi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) yang hanya Rp 5 juta per bulan
"SPBU itu berada di tengah kota, di pinggir Jalan raya, kok harga sewanya dari tahun 1980 hingga saat ini tetap begitu - begitu saja," kesal Ketua Komisi III DPRD Banjarmasin, Matnor Ali.
Seharusnya ujar politisi Partai Golkar ini, Pemerintah Kota dalam membuat perjanjian kerjasama harus memperhatikan beberapa point penting diantaranya bagaimana status lahan itu jika dalam perjalannnya diperlukan kembali, evaluasi harga uang sewa yang bisa dilakukan setia tahunnya. Sehingga jika terjadi hal yang tidak diinginkan maka Pemkot Banjarmasin dapat mengantisifasi dengan alas hak adanya perjanjian yang menguntungkan Pemkot Banjarmasin.
"Seharusnya setiap tahun uang sewa yang dipungut terus bertambah, tidak sama seperti yang ada ini," tambahnya.
Namun pihaknya berjanji akan membawa persoalan ini ke arah yang lebih dalam dengan melibatkan beberapa Komisi. Tak haya itu pihaknya dalam waktu dekat juga akan melakukan rapat internal membahas apakah diperlukan pembentukan pansus untuk mendalami persoalan ini.
"Nanti semuanya akan kita panggil, sehingga kita tahu permasalahan persisnya," tandasnya.(hendra)

SPBU Tak Kantongi Rekomendasi

Dewan Berniat Bentuk Pansus

BANJARMASIN
- Selain ditengarai berdiri di atas jalur hijau, keberadaan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Teluk Dalam di Jalan Jafri Zam - Zam tepatnya di seberang tower PDAM Bandarmasih ternyata tidak mengantongi persetujuan atau rekomendasi pihak DPRD Banjarmasin.
Padahal jika dilihat dari segi aturan yang berhubungan dengan pemanfaatan aset pemerintah daerah oleh pihak swasta ataupun sebaliknya penghapusan aset terlebih dahulu harus mengantongi rekomendasi pihak DPRD dalam hal ini kota Banjarmasin.
"Memang saat Pemkot membuat perjanjian dengan pihak pengelola tidak perbah meminta persetujuan dari dewan," ungkap Ketua Fraksi PPP, Khaerul Saleh kepada MK.
Tak cuma itu, para Wakil Rakyat juga mempertanyakan minimnya kontribusi pemasukan PAD yang dipungut dari uang sewa sebesar Rp 5 juta per bulan, padahal harga tersebut dinilai sangat tidak sesuai dengan kondisi yang ada saat ini.
"Terlepas dari apakah itu berdiri di atas jalur hijau, yang jelas harga sewa yang dipungut Pemkot Banjarmasin sangat rendah, jelas itu sangat merugikan." tegas Ketua Komisi III DPRD Banjarmasin, Matnor Ali.
Lebih jauh Politisi Partai Golkar ini mengungkapkan, beberapa waktu lalu pihaknya pernah mengundang pihak pengelola SPBU Teluk Dalam terkait adanya permasalahan kesalahan prosedur dalam pemasangan pagar, kesempatan itu juga dimanfaatkan pihak Dewan mempertanyakan surat perjanjian yang dibuat Pemkot Banjarmasin dengan pihak pengelola. Namun sayangnya dengan berbagai alasan pengelola tidak mampu menunjukkan surat perjanjian itu.
"Kita dalam sebuah rapat kerja pernah meminta pengelola menunjukkan surat perjanjian itu, namun mereka tidak bisa menunjukkan kepada kami dengan berbagai alasan," imbuhnya.
Matnor Ali pun berujar, dalam waktu dekat pihaknya dalam hal ini Komisi III akan mengadakan rapat internal yang nantinya bakal melibatkan beberapa komisi di DPRD Banjarmasin menindak lanjuti permasalahan itu.
"Tidak menutup kemungkinan kita akan bentuk pansus, menindak lanjuti permasalahan ini," tegasnya.(hendra)

Hairul Saleh Dan Iskandar DPO Kejaksaan

BANJARMASIN – Terdakwa Hairul Saleh dan Iskandar Djamaluddin kasus dugaan korupsi Pabrik Kertas Martapura (PKM)dinyatakan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Kejaksaan Negeri Martapura.
Kepala Kejaksaan Negeri Martapura Zulhadi Safitri mengatakan kedua terdakwa tersebut dinyatakan sebagai DPO Kejaksaan, lantaran saat dieksekusi pihak kejaksaan keduanya tidak ada dikediamannya.
”Keduanya resmi kami nyatakan sebagai DPO. Karena saat dieksekusi tidak ada dikediamannya,” ujar Zulhadi saat ditemui di kediaman Iskandar,kemarin.
Dikatakan Zulhadi, pihaknya melakukan eksekusi kepada kedua tersangka dengan dasar putusan Mahkamah Agung RI No.940 K/PID.SUS/2008 tertanggal 19 Januari 2010, yang menyatakan mengabulkan permohonan Kasasi dari pemohon kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejari Martapura. Dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Martapura Nomor 87/Pid.B/2007/PN.Mtp tanggal 23 Oktober 2007.
Ditempat terpisah pengecara Hairul Saleh, Masdari Tasmin mengatakan, pihaknya melakukan klarifikasi terhadap putusan MA yang dinilainya tidak berkekluatan hukum.
”kami melakukan klarifikasi terhadap putusan MA tersebut. Karena didalam putusan itu tidak ada perintah supaya terdakwa ditahan,” ujar Masdari.
Masdari mengatakan lebih lanjut, putusan MA tersebut bertentangan dengan Pasal 197 ayat (1) danm (2) KUHAP. ”Tidak sesuai dengan Pasal 197 ayat (1) huruf K yang bunyinya perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap ditahan atau dibebaskan. Sedangkan didalam putusan MA tidak dicantumkan, sedangkan ayat (2) apabila tidak dipenuhiketentuan dalam ayat (1) huruf a,b,c,d,e,f,g,h,I,j,k,l, pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum,” jelas Masdari.
Masdari menambahkan, Kejaksaan Negeri Martapura jangan sampai menjadi korban dalam kasus ini, karena ini semua kesalahan MA yang membuat putusan tersebut. ”Ini kesalahan MA, jangan sampai dipikul oleh Kejaksaan,” terangnya.
Selain itu ditempat yang sama, Sabri Noor Herman pengecara Iskandar Djamaluddin menambahkan, kalau putusan MA tersebut batal demi hukum, artinya putusan PN Martapura yang sebelumnya tetap berlaku.
Lanjut Sabri, apabila Kejari Martapura tetap memaksakan putusan MA tersebut, hal ini berarti melanggar Pasal 333 KUHAP yang berbunyi barang siapa dengan sengajadan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun,” jelasnya.
Ditambahknya, apabila pihak keluarga terdakwa tidak terima dan  meminta damping untuk melaporkan Kejaksaan ke Polisi, maka kami siap untuk melaporkannya.
Selain itu ditanyai tentang keberadaan kedua terdakwa, kedua pengecara mereka itu menjawab kalau kliennya berada dirumah masing-masing. ”Klien kami ada dirumahnya masing-masing. Tidak menjahui Banjarmasin. Itu hal manusiawi untuk menghindar, sambil menunggu tanggapan klarifikasi ini dari pihak terkait,” papar kedua pengecara kondang itu. (aris)

PAW Belum Jelas

BANJARMASIN – Hingga saat ini, unsur pimpinan DPRD Kalsel belum menerima laporan fraksi-fraksi yang ada di DPRD Kalsel perihal penggantian antar waktu (PAW).
Seperti yang diketahui, Zulkifli Hagan dari Partai Demokrat telah meninggal dunia, H Muhiddin dari Partai Bintang Reformasi (PBR) terpilih sebagai Walikota Banjarmasin 2010-2015, dan  HM Yusri dari Partai Amanat Nasional (PAN) yang tersangkut masalah hukum.
Ketua DPRD Kalsel, Nasib Alamsyah mengatakan, pihaknya belum menerima satupun berkas usulan PAW anggota DPRD Kalsel.
Menurutnya, dirinya secara pribadi telah memberitahukan kepada Ketua Fraksi Partai Demokrat, Ahmad Bisung perihal PAW di Fraksi Partai Demokrat.
“Selain itu, saya telah memberitahukan kepada PBR untuk bersiap-siap untuk melakukan PAW apabila H Muhiddin telah sah dan resmi dijadikan sebagai Walikota Banjarmasin,” kata Nasib.
Mengenai PAN, ungkapnya, pihaknya masih menunggu tanggapan dari DPW PAN Kalsel dan KPU Kalsel perihal kepastian hukum dari yang bersangkutan.
“PAW anggota DPRD Kalsel merupakan wewenang parpol tempat anggota tersebut berasal. Selain itu, verifikasi PAW merupakan wewenang KPU Kalsel,” katanya.
DPW PAN Kalsel sendiri terkesan enggan untuk menyikapi persoalan hukum yang sedang mendera rekan sejawatnya tersebut di DPRD Kalsel.
“Mengenai PAW merupakan putusan dari DPW PAN Kalsel setelah mendapat arahan dari DPP PAN. Kami tinggal menunggu putusan dari DPW dan DPP,” kata anggota DPRD Kalsel asal PAN, Husaini Aliman.
Anggota KPU Kalsel, Hairansyah mengaku, KPU Kalsel hingga sekarang belum menerima permohonan verifikasi terkait adanya usulan PAW di DPRD Kalsel.
“Prosesnya lumayan cukup lama. Dewan melayangkan surat ke KPU Kalsel untuk verifikasi, dan ditindaklanjuti dengan membuat pokja. Dari pokja selanjutnya membuat tahapan proses verifikasi,” kata pria yang disapa Ancah ini.
Sekarang, lanjut mantan Direktur Eksekutif LSM Dalas Hangit ini, harus ada tahapan yang perlu diselesaikan, yakni belum ada berkas pencalonan pengganti anggota dewan yang akan di-PAW.
Mengenai adanya anggota DPRD Kalsel yang terkait kasus hukum, KPU Kalsel harus mengetahui terlebih dahulu perihal kepastian hukum yang bersangkutan.
Sebab, lanjutnya, berdasarkan UU Nomor 10/2008 seseorang yang menjadi anggota DPRD harus tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana penjara lima tahun atau lebih.
“Apabila yang bersangkutan terbukti memenuhi hal-hal tersebut, maka yang bersangkutan otomatis tidak bisa memenuhi persyaratakan administrasi yang telah ditetapkan undang-undang,” pungkasnya. (andi oktaviani)

Minggu, 11 Juli 2010

Yusri dan Achyadi Resmi Menghuni Bui

BANJARMASIN – Anggota DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) M Yusri SSos, dan mantan anggota DPRD Banjarmasin, Achyadi terpaksa menjadi penghuni jeruji besi Lapas Teluk Dalam Banjarmasin.
      Pasalnya anggota DPRD Banjarmasin pada periode 1999-2004 ini dieksekusi pihak Kejaksaan Negeri Banjarmasin, kemarin siang.
      Yusri dan Achyadi adalah terpidana dansil jilid II terakhir yang masuk ke Lapas Teluk Dalam Banjarmasin. Sebab, sebelumnya keempat rekannya sudah labih dahulu menjadi penghuni penjara di Teluk Dalam tersebut.
      Yaitu, Drs H Achyat Noor MM (68), warga Jl Pembangunan I Ujung RT.14 NO.74, Drs H Gusti Aminullah Msi (51), warga Jl Pangeran Gg Rahman RT.13 NO.34, Banjarmasin utara, Ahmad Hamdani Yusran SAg (48), warga Jl Hasan Basry Komplek Kayu Tangi II Jalur VII NO.79 RT.20, Pangeran, Banjarmasin Utara, dan Jainal Hakim Ssos (40), warga Jl Salatiga NO.1B RT.69, Teluk Dalam, Banjarmasin Tengah.
      Kasi Pidsus Kejari Banjarmasin, M Irwan menyebutkan, keduanya bersikap koperatif, dan mau memenuhi panggilan eksekutor. “Keduanya bekerja sama dengan pihak kejaksaan. Jadi tidak ada kendala untuk pelaksanaan putusan peradilan itu,” katanya.
      Eksekusi ini sendiri, lanjut Irwan, sebab toleransi waktu yang diberikan kepada keduanya sudah habis. Jadi Sesuai prosedur hukum maka hari ini (kemarin, red) eksekusi pun dilakukan.
       Untuk lamanya masa hukuman M Yusri (53) warga Jl Cempaka Putih Gg VII RT 12 NO.12, Kuripan, Banjarmasin Timur, dan Achyadi (67), warga Jl Pekapuran B RT.13 NO.10, Pekapuran Laut, Banjarmasin Tengah ini.
      Irwan mengungkapkan, sesuai dengan putusan pengadilan pada tingkat pertama, masing menjalani hukuman setahun penjara, dan denda Rp 24 juta atau 3 bulan kurungan. Khusus Achyadi, ditambah 3 bulan penjara jika tidak mengembalikan uang sebesar Rp 120 juta.
      Sekedar mengingatkan, mantan anggota DPRD Banjarmasin periode 1999-2004 ini sebelumnya diancam pasal 2 ayat 1 dan Pasal 18 ayat 1 huruf b UU No.31 tahun 1999 tentang korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 dan pasal 64 ayat 1 KUHP. Mereka dianggap menikmati uang atas kebijakan asuransi simpaman hari tua Rp 170 juta, sehingga atas tindak korupsi itu kerugian negara mencapai Rp 7,9 miliar.
      Kemudian, pada putusan kasasi MA yang turun pada Rabu (9/6) lalu, isinya menguatkan putusan PN Banjarmasin. Dalam vonis PN Banjarmasin 2007. M Yusri, Jainal Hakim, Achyadi, Ahyat Noor, Gusti Aminullah, Hamdani Yusran divonis 1 tahun penjara dan denda Rp 24 juta atau 3 bulan kurungan. Khusus untuk, Achyadi ditambah 3 bulan penjara jika tidak mengembalikan uang sebesar Rp 120 juta. Jainal Hakim dapat tambahan 6 bulan penjara jika tidak mengembalikan Rp 170 juta.(farid)

Anang Ilham Segera Diadili

BANJARMASIN – Tersangka kasus Dana siluman (dansil) jilid IV, Noor Ilham alias Anang Ilham segera menjadi terdakwa.
      Pasalnya, berkas perkara dana siluman (dansil) jilid IV dengan tersangka, mantan Kapala Bagian (Kabag) Keuangan Pemkot Banjarmasin ini akan segera dikirim ke Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin.
      “Berkas Anang Ilham sudah rampung, jadi minggu depan akan dilimpahkan ke PN Banjarmasin,” ucap Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarmasin, M Irwan SH, kepada Media Kalimantan, kemarin.
      Perkara itu, sebut Irwan, pada dakwaan primer, dipatok pasal 2 ayat 1, jo Pasal 18 ayat 1 UU 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 tahun 2000 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (tipikor), jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 jo Pasal 64 KUHP. Dan dakwaan subsider, pasal 3, jo pasal 18 ayat 1 huruf b UU Tipikor, jo Pasal 64 KUHP.
      Dalam perkara ini, jelas Irwan, Anang Ilham didampingi kuasa hukumnya Ali Wardana SH. Dan Kejari telah menetapkan 10 saksi, dan satu saksi dari BPKP.
      Sebelumnya, Anang diduga terlibat dalam kasus lanjutan dana simpanan hari tua (siharta). Diduga Anang memiliki peran hingga mengucurnya Rp 170 juta untuk sejumlah anggota DPRD Banjarmasin periode 1999-2004, termasuk penandatangan persetujuan keluarnya dana itu. Bahkan disebut-sebut Anang juga menerima Rp 170 juta itu. (farid)

Senin, 05 Juli 2010

Kejati Panggil Saksi dari Surabaya

Terkait kasus Dugaan Korupsi PT Prlindo III Kotabaru
 
BANJARMASIN - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Selatan (Kalsel) memanggil saksi dari Pelindo Surabaya untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi PT Pelindo III Kotabaru. Itu dikatakan Kasi Pentidikan Agus Suroto SH, kemarin saat ditemui .
”Rencanya hari Rabu mendatang jadwal pemeriksaan saksi dari Pelindo Surabaya,” ujar Agus.
Dikatakan Agus, samapai saat ini pihaknya sudah menetapkan dua orang tersangka yaitu, Sugianto Syahrani S,Sos, dan Djohan Hudoyo, SE, keduanya merupakan mantan Kepala Cabang Pelindo.   
Selain telah menetapkan tersangka, Kejati Kalsel telah mengumpulkan bahan dan keterangan (pulbaket) kasus penyalahgunaan dana pungutan biaya labuh pada PT Pelindo III cabang Kotabaru tahun 2001, tersebut.
Dugaan adanya penyalahgunaan wewenang itu muncul, akibat pungutan biaya labuh yang diluar DLKP/DLKR (Daerah Lingkungan Kepentingan/Daerah Lingkungan Kerja) yang dilakukan oleh tersangka.
Sebab, uang yang sudah disetorkan Pelindo III 100 persen kepada rekening Pelindo (kas Pelindo). Entah dengan alasan apa tersangka kemudian melakukan penarikan kembali ung setoran itu sebanyak 50 persen. Atau yang diistilahkan dengan reduksi.
Namun belakangan, penarikkan 50 persen dana setoran kas pelindo itu, ternyata tidak disertai persetujuan pihak Direksi Pelindo III. "Akibatnya, total kerugian negara sebesar kurang lebih Rp 13 miliar," beber Agus.
Terkait hal tersebut, pihak Kejati sudah memanggil dan memeriksa 10 orang saksi. “Hal itu dilakukan untuk dimintai keterangan dan menambah bukti,” kata Agus.
“Baru kemudian melakukan pemeriksaan saksi-saksi dari mitra kerja Pelindo. Agen pelayaran yang akan dimintai keterangan sebagai saksi itu, yakni M Nasier selaku kepala cabang PT Andhika Line Cabang Kotabaru, Taufik Cahyono selaku Kepala Cabang PT Tirta Samudera Caraka, Rusdianto selaku operation PT Samudera Indonesia, serta Sutarto selaku Kepala Cabang PT Jardine Transport,” ucapnya.
Dimintainya keterangan itu sendiri, ungkap Agus, sebab sebanyak 5 rekanan kerja ini telah melakukan memorandum of undastanding (MoU/kesepakatan kerja sama) dengan tersangka. “Atas MoU itu, kapal-kapal milik, charter, atau, agen pelayaran bisa melakukan kegiatan kunjungan diluar DLKP/DLKR, di pelabuhan cabang Kotabaru,” terangnya.
Sehingga atas jasa kepelabuhan itu, akan dilakukan penagihan oleh cabang pelabuhan Kotabaru kepada pemilik kapal (owner) sebesar 100 persen melalui agen pelayaran (pihak kedua) dan disetorkan ke kas pelabuhan cabang Kotabaru dan dibuatkan nota rampung. Namun malah uang yang harusnya disetorkan 100 persen itu ditarik tersangka sebanyak 50 persen. (aris)

Pemeriksaan M Helmi Ditunda

BANJARMASIN – Kemarin, rencana pemeriksaan tersangka M Helmi kasus dugaan tindak pidana korupsi pada distribusi listrik di Kabupaten Tapin batal. Alasannya Helmi menghentikan atau mengganti  pengecaranya Dewi Hertiningsih.
Hal tersebut dikatakan Ketua Tim Penyidik Agus Suroto SH saat dikonfirmasi wartawan, kemarin. ”Hari ini (red. kemarin) yang seharusnya jadwal pemeriksaan tersangka M Helmi ditunda, lantaran alasannya mengganti pengecaranya,” ujar Agus.
Dikatakan Agus, sementara ini pihaknya masih menunggu hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP). ”Hasil audit adari BPKP masih belum turun,” terangnya.
Lanjut Agus, nantinya jika hasil audit BPKP keluar, paling tidak mereka tinggal melakukan pemeriksaan tambahan terhadap tersangka. Termasuk nantinya untuk tersangka M Helmi, oknum DPRD Hulu Sungai Tengah (HST).
Pada pemeriksaan 12 Mei, tersangka ditanya seputar dokumen yang disita Kejati dari Distamben Tapin, isi dokumen seputar proses lelang.
Menurutnya, Kejati tidak ada menyita apapun dari kliennya tersebut. "Tidak ada dokumen atau laptop milik klien saya yang disita Kejati. Seingat saya sudah empat kali diperiksa Kejati sebagai tersangka," katanya.
Sebelumnya, penyidik Kejati untuk kasus ini menetapkan tujuh orang tersangka baik dari pihak panitia lelang, konsultan dan Dinas Pertambangan (Distamben) Tapin.
Dari panitia pengadaan sebanyak lima orang, Maskuni SSos yang merupakan ketua Panitia Pengadaan Barang serta empat anggotanya masing-masing Hasan S, Sugeng, Rahmat Hidayat serta Anita Fahriani.
Kemudian dari dari konsultan yakni M Helmi yakni Ketua Tim Leader Internasindo yang merupakan pihak konsultan dan Sukadi dari distamben.
Sedangan dengan status Roy masih sebagai saksi. ”Roy masih sebagai saksi. Dia sudah kami mintai keterangan,” ungakap Agus.
Ditambahkan Agus, tidak menutup kemungkinan status Roy bisa berubah menjadi tersangka apabila dari keterangan saksi-saksi banyak menjurus kesana. ”Sampai saat ini keterangan saksi-saksi masih belum ada mengarah ke Roy,” cetus Agus.
Seperti diketahui, keterkaitan Roy dalam kasus ini sebagai distributor atau pemasok barang. ”Roy sebagai distributor atau pemasok barang,” papar Agus. (aris)

Aliran Dana PD. KBU Tidak Jelas

BANJARMASIN - Terus merugi dan semakin tidak jelas, itulah nasib perusahaan milik Pemkot Banjarmasin yang dibentuk tujuh tahun silam dimasa kepemimpinan Walikota Banjarmasin Sofyan Arfan (Alm).
Banyaknya desakan baik dari masyarakat maupun kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Banjarmasin agar manajemen PD Kayuh Baimbai Utama (KBU) segera melaporkan posisi keuangan dan bertanggung jawab atas penggunaan suntikan dana yang jumlahnya Miliaran Rupiah mulai 2003 lalu melalui penyertaan modal APBD Banjarmasin.
Namun sayangnya, pihak Pemkot Banjarmasin sendiri masih terkesan menutup - nutupi aliran dana penyertaan modal dari tahun 2003 hingga 2007 silam. Entah kenapa aliran dana yang semestinya tercatat setiap tahunnya oleh bendahara Pemkot Banjarmasin dalam hal ini Badan Keuangan Daerah (BKD) seakan tidak ingin dipublikasikan secara terbuka kepada umum.
" kita masih menunggu kordinasi dengan Bagian Umum dan Walikota Banjarmasin, sehingga kami belum bisa sebutkan kemana saja dan berapa banyak dana yang berapa persis dana dan siapa saja yang menerima suntikkan dana itu setiap tahunnya," ungkap Kabid Perbendaharaan Badan Keuangan Daerah Banjarmasin, Devi Hartatai kepada MK, Senin (5/7) lalu.
Namun Devi sapaan akrabnya, memastikan pihaknya hanya sebagai pelaksana kebijakan perbendharaan keuangan daerah karena terkait penyertaan modal sebuah perusahaan daerah (perusda) adalah dana APBD. Sedangkan untuk pelaksanaan teknis diserahkan kembali kepada Bagian Umum Setdakot Banjarmasin.
"Dananya memang diambil dari kas daerah, namun yang mnyerahkan adalah Bagian Umum sesuai dengan porsi dan tugasnya sesuai aturan, bukan oleh BKD." tambahnya.
Sementara itu, salah seorang sumber terpercaya di Bagian Umum yang enggan namanya dikorankan menyatakan pihaknya tidak terlalu mengingat aliran dana itu lantaran telah lama terjadi dan pihaknya hingga saat ini masih mengumpulkan data pendukung mulai tahun 2003 lalu.
"Dalam setiap pemberian dana biasanya diserahkan oleh Sekretaris kepada manajemen KBU, namun saya tidak ingat lagi karena sudah beberapa kali dilakukan pergantian sekretaris dan datanya juga tidak ada," pungkasnya.(farid/hendra)

Terdakwa Penipuan Ibadah Haji Divonis

BANJARMASIN – Terdakwa perjalanan ibadah haji fiktif, Drs H  Aria Iskandar dipastikan bakal menjadi penghuni penjara.
      Pasalnya majelis hakim yang diketuai Amril dengan anggotanya M Basir, dan Suswanti menjatuhkan hukuman 3 tahun 10 bulan penjara kepada  Direktur PT Fajar Borneo tersebut di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, kemarin siang.
    Bukan itu saja, Amril juga memrintahkan terdakwa membayar denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan penjara.
    Menanggapi hal itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Sunnah Lestari dan Amelia, dan terdakwa mengaku pikir-pikir mengajukan banding atau tidak.
    Sebelumnya, jaksa penuntut mengancam empat tahun penjara, denda Rp 500 juta atau subsidair enam bulan penjara.
      Sekedar mengingatkan, sebelumnya JPU memotok dakwaan primair pasal 63 ayat 1 UURI No.13 tahun 2008 tentang ibadah haji jo pasal 65 ayat 1 KUHP. Dan untuk subsidair dipatok pasal 63 ayat 2 UURI No.13 tahun 2008 jo pasal 65 ayat 1 KUHP. Lebih subsidair pasal 64 UURI No.13 tahun 2008 jo pasal 65 ayat 1 KUHP dan lebih lebih subsidair pasal 64 ayat 2 UURI No.13 tahun 2008 jo pasal 65 ayat 1 KUHP, atau kedua pasal 372 jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
      Iskandar sendiri, diseret jadi terdakwa. Dikarenakan memungut biaya Rp 25 juta sampai Rp 35 juta kepada 13 orang, untuk menunaikan ibadah haji. Tapi, malah gagal dan ditolak masuk negara Saudi Arabia. Akibat perbuatan terdakwa ini para jemaah dirugikan yang besarannya mencapai Rp 512.656.000. (farid)

Perampok Bank Danamon Kotabaru Tiba Di Banjarmasin

BANJARMASIN – Sabtu (3/7) sore sekitar pukul 16.30 Wita, pembobol Bank Danamon Cabang Kotabaru, Tukimin tiba di Mapolda Kalsel, setelah dijemput dari Bandara Syamsudinnor setibanya dari Bandara Adi Sucipto Jogjakarta.
Warga Jln Simpang Karya RT 11 Kotabaru, ini ditangkap Kamis (1/7) dini hari sekitar pukul 01.00 Wib dikawasan Komplek Prambanan RT 01 Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pria 45 tahun itu diamankan petugas gabungan Dit Reskrim Polda Kalsel, Dit Reskrim Polda DIY, Sat Reskrim Poltabes Yogyakarta dan Polres Sleman ketika sedang tidur di rumah yang baru dibelinya tersebut.
Dalam pemeriksan penyidik Tukimin mengaku mengetahui nomor pin brangkas bank tersebut karena pin tersebut disimpan di loker. Sementara, lanjutnya, dirinya mempunyai akses untuk membuka loker itu. “Pin nya disimpan didalam loker. Saya bisa membuka loker tersebut,” akunya.
Tukimin yang merupakan Satpam Bank Danamon tersebut mengakui, dirinya melakukan aksi pembobolan tersebut sendirian tanpa ada bantuan oknum lain. Dijelaskan, begitu berhasil menggasak uang nasabah Rp1,9 miliar dan U$1400, ia langsung ke Banjarmasin. Setibanya di Banjarmasin, terang Tukimin, dia langsung terbang ke Jakarta. “Sesampainya di Jakarta saya menuju Solo, Jateng. Disana saya berada selama 2 hari. 2 hari di Solo ke Jakarta lagi dan menginap selam 2 hari. Baru setelah itu saya ke Sleman dan berdiam diri disana,” cetusnya.
Disinggung digunakan untuk keperluaapa uang hasil curian sebayak itu Tukimin mengatakan, uang tersebut sudah dibelanjakan sekitarRp200 juta. Sisanya, tambahnya, dititipkannya kepada salah seorang temannya. “Uang itu saya gunakan untuk memeli kendaraan Honda Vario,Mobil Suzuki Carry dan rumah di Komplek Prambanan RT 01 Sleman, DIY seharga Rp86 juta. Total saya belanjakan Rp200 juta. Sisa uang curiannya saya titip kepada teman,” tandas Tukimin sembari menatakan dirinya dibekuk ketika sedang tidur di rumah.
Dar informasi yang dihimpun, petugas masih melakukan pengejaran terhadap rekan Tukimin yang menerima titipan sisa uang Bank Danamon tersebut. Sebab, hingga Tukimin dibawa ke Banjarmasin masih belum ditangkap teman Tukimin tersebut.
Seperti diketahui, Sabtu (15/4) malam sekitar pukul 23.00 Wita Bank Danamon cabang Kotabaru kehilangan uang Rp1,9 miliar dan U$1400. Pengurasan brangkas bank tersebut diketahui keesokan harinya yakni sekitar pukul 06.00 Wita.
Diketahui Tukimin sebagai Satpam setempat sebagi pelaku, setelah petugas melakukan pemeriksaan terhadap beberapa orangsaksi dan memutar ulang CCTV (Circuit Close Television). Beberapa waktu melakukan pengembangan, Tukimin akhirnya diciduk petugas.
Direktur Reskrim Polda Kalsel Kombes Pol Mas Guntur Laope melalui Kasat I Krimum AKBP Helfi Assegaf membenarkan pihaknya telah mengamankan pembonol uang Bank Danamon ini ke Mapolda Kalsel. Dijelaskan Helfi, penangkapan Tukimin pihaknya melakukan kerjasama dengan Dit Reskrim Polda DIY, Poltabes yogyakarta dan Polres Sleman.(aris)

Dirut PDAM Nyatakan Tidak Ada Penyimpangan

BANJARMASIN – Direktur Perusahaan Daerah Air Minum Bandarmasin Ir Muslih membantah kalau di perusahaan yang baru dipimpinnya selama satu minggu ini terjadi dugaan penyimpangan seperti yang dinyatakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). ”Diperusaan ini tidak ada terjadi penyimpangan,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Sabtu.
Lebih lanjut Muslih mengatakan, pihaknya sudah pernah konfirmasi ke BPKP dan pihak BPKP menyataikan dugaan penyimpangan itu terjadi di Perusahaan Kayuh Baimbai. ”Itu dugaan penyimpangan yang ditemukan BPK bukan di PDAM, melainkan di Perusaan Kayuh Baimbai. Sebelumnya saya sudah ada konfirmasi ke BPKP,” terang Muslih.
Perusahaan Kayuh Baimabi yang diduga terjadi penyimpangan itu pernah dibenarkan oleh Walikota Banjarmasin Yudi Wahyuni beberapa waktu lalu dan itu bukan penyimpangan melainkan kesalahan adminstrasi.
Dari hasil audit BPK yang menemukan dugaan penyimpangan sebesar Rp 52 miliar, dan Walikota Banjarmasin membenarkan hanya Rp 21 miliar kesalahan adminstrasi.
Ditambahkan Muslih, pihaknya setiap tahunnya selalu memuat hasil audit BPK ke seluaruh media-media. ”Setiap tahun hasil audit BPK selalu kami iklankan di media-media, untuk diketahui masyarakat,” terang Muslih.
Muslih mengungkapkan, dirinya sempat terkejut mendengar pemberitaan sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel memerintahkan Kejari Banjarmasin untuk menelisik dugaan penyimpangan yang diperoleh pihaknya dari webset BPK.
Cetusnya, setelah mengdear pemeberitaan tersebut, dirinya setiba di Banjarmasin dari Bandara Syamsudin Noor langsung menuju ke Kejari Banjarmasin menemui Kasi Intel Firman untuk konfirmasi apakah benar perusaan yang dipimpinya tersebut akan ditelisik.
”Saya langsung datang ke Kejari Banjarmasin untuk menayakan kebenaranya, ternyata pihak Kejari akan menelisik Perusaan Kayuh Baimabi. PDAM dengan Kayuh Baimbai itu sendiri-sendiri,” cetusnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, dugaan penyimpangan di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandarmasih menjadi prioritas aparat penegak hukum. Bahkan, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalsel Abdul Taufieq SH telah memerintahkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarmasin untuk menelisik hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyimpulkan adanya indikasi penyimpangan sebesar Rp 52 miliar di perusahaan daerah tersebut. “Saya perintahkan Kajari Banjarmasin untuk koordinasi dengan BPK di daerah sini. Sementara ini belum diketahui apakah itu penyimpangan atau kesalahan administrasi. Makanya kami telaah terlebih dahulu,” tegas Taufieq kepada Media Kalimantan kemarin.
Taufieq mengungkapkan, pihaknya mendapatkan informasi dugaan penyimpangan itu melalui website BPK, yang menyebutkan kalau PDAM Bandarmasih, termasuk PDAM di 13 Kabupaten/kota bermasalah.
Sementara itu anggota DPD RI asal Kalsel Adhariani meminta Kejati Kalsel mengusut tuntas dugaan penyimpangan di PDAM Bandarmasih.
”Kita tunggu kinerja Kejati dalam mengusut kasus ini, termasuk terhadap perkara lainnya,” ingat Adhariani.
Mantan anggota DPRD Kalsel ini mengungkapkan, sejumlah kepala daerah di Kalsel  terindikasi bermasalah dengan hukum. Saat ini, bebernya, tidak kurang antara 4 sampai 5 kepala daerah yang bakal menjalani proses hukum karena diduga telah melakukan tindak pidana korupsi. “Ada 4 sampai 5 kepala daerah yang nyata-nyata terindikasi, dan ini tidak main-main. Ini berdasarkan hasil temuan BPK RI,” tandasnya.
Menurut Adhariani, kasus yang dominan melibatkan para kepala daerah ini tidak lain adalah soal PDAM, di samping penyalahgunaan anggaran tentunya. Jenis temuan BPK sendiri lanjut Adhariani, antara lain masalah penyertaan modal daerah.
“Kasus yang paling dominan adalah soal PDAM, jadi hampir seluruh PDAM itu jadi ‘ATM’ pejabat di Kalsel. Terutama di Batola, Kabupaten Banjar, Kota Banjarmasin. Sedangkan untuk provinsi, penyampaian BPK hanya secara umum,” bebernya.
Untuk itu, katanya, ke depan, kepala daerah harus bisa meningkatkan kualitas air.
“Apalagi selama ini mayoritas PDAM mengklaim terus merugi. BEP (kembali modal, red) saja belum, boro-boro bisa untung. Dan itu yang orang bilang aneh bin ajaib, mending ditutup saja, lebih baik diswastakan sehingga pertanggungjawabannya bisa lebih jelas. Sebab kalau kita rugi terus, sementara hasil audit BPK ada indikasi korupsi, itu namanya konyol. Padahal anggaran yang notabene duit rakyat terus digelontorkan untuk itu,” sesalnya.(aris)

M Yusri Achyadi Tunggu Giliran

Dansil Jilid II

BANJARMASIN
– Eksekutor pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarmasin tinggal mengirim dua terpidana dana siluman jilid III ke Rutan Teluk Dalam Banjarmasin.
    Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus), M Irwan, mengatakan, saat ini yang belum dieksekusi yakni M Yusri (53) warga Jl Cempaka Putih Gg VII RT 12 NO.12, Kuripan, Banjarmasin Timur, dan Achyadi (67), warga Jl Pekapuran B RT.13 NO.10, Pekapuran Laut, Banjarmasin Tengah.
      Untuk M Yusri tidak bisa dilakukan eksekusi. Sebab, saat ini kondisinya masih menderita sakit jantung. Sedang Achyadi beralibi sedang ada urusan yang masih dikerjakan di luar daerah.
      “Keduanya rencananya di eksekusi Minggu depan,” ucap Irwan, kepada koran ini, diruang kerjanya, kemarin.
      Sedang tiga terpidana yang dikirim ke LP Teluk Dalam, sambung Irwan, yakni Drs H Gusti Aminullah Msi (51), warga Jl Pangeran Gg Rahman RT.13 NO.34, Banjarmasin utara, Ahmad Hamdani Yusran SAg (48), warga Jl Hasan Basry Komplek Kayu Tangi II Jalur VII NO.79 RT.20, Pangeran, Banjarmasin Utara, dan Jainal Hakim Ssos (40), warga Jl Salatiga NO.1B RT.69, Teluk Dalam, Banjarmasin Tengah.
      Diungkapkanya, ketiganya dikirim ke Rutan Teluk Dalam pada Kamis (1/7) malam tadi. Semuanya bekerjasama dengan mendatangi pihak eksekutor sore tadi. “Mereka diantar ke Rutan setelah Maghrib,” jelasnya.
      Sebelumnya, lanjut Irwan, pihaknya sudah mengirim Drs H Achyat Noor MM (68), warga Jl Pembangunan I Ujung RT.14 NO.74 ke Rutan.
      “Dari enam yang harus dieksekusi, saat ini pihak kejari tinggal dua lagi yang belum dieksekusi,” ujar Irwan.
      Sekedar diketahui, anggota DPRD Banjarmasin periode 1999-2004 ini, sebelumnya diancam pasal 2 ayat 1 dan Pasal 18 ayat 1 huruf b UU No.31 tahun 1999 tentang korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 dan pasal 64 ayat 1 KUHP.
      Putusan kasasi MA yang turun pada Rabu (9/6) lalu, isinya menguatkan putusan PN Banjarmasin. Dalam vonis PN Banjarmasin 2007, terdakwa M Yusri, Jainal Hakim, Achyadi, Ahyat Noor, Gusti Aminullah, Hamdani Yusran divonis 1 tahun penjara dan denda Rp 24 juta atau 3 bulan kurungan. Khusus untuk, Achyadi ditambah 3 bulan penjara jika tidak mengembalikan uang sebesar Rp 120 juta. Jainal Hakim dapat tambahan 6 bulan penjara jika tidak mengembalikan Rp 170 juta. (farid)

Telisik Dugaan Penyimpangan di PDAM Bandarmasih

BANJARMASIN – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel memerintahkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarmasin untuk menelisik atau menelaah hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dugaan penyimpang di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandarmasih.
Kajati Kalsel Abdul Taufieq SH saat ditemui wartawan mengatakan dirinya telah memerintahkan Kejari Kalsel untuk menelisik hasil temuan BPK tersebut. Namun lanjutnya, Kejari Banjarmasin harus berkoordinasi dengan BPK untuk mengusut kasus dugaan penyimpangan Rp 52 miliaran tersebut.
”Saya perintahkan Kajari Banjarmasin untuk koordinasi dengan BPK di daerah sini, sementara ini belum diketahui apakah itu penyimpangan atau kesalahan administrasi, makanya kami tela’ah terlebih dahulu,” ujar Taufieq.
Menurut Taufieq, dugaan penyimpangan itu didapat pihaknya melalui webset BPK, yang menyebutkan kalau PDAM Bandarmasih, termasuk PDAM di 13 Kabupaten/kota bermasalah.
Selain itu, anggota DPD RI Adhariani SH MH juga mengatakan saat melakukan kunjungan kerja ke Kejati Kalsel, pihaknya menunggu kinerja dari pihak Kejati Kalsel dalam mengusut dugaan penyimpangan di PDAM Bandarmasih.
”Kita tunggu kinerja Kejati dalam mengusut kasus ini. Bukan kasus ini saja yang kita tunggu. Tentu termasuk terhadap perkara lainnya yang masuk dan serta ditandatangani,” ujar Adhariani.
Ditambahkan Adhariani, kedatangannya ke Kejati bermaksud untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dan mendapat masukan dari Kajati Kalsel. Lebih lanjut Adhariani mengatakan, selain PDAM Bandarmasih, Kajati juga harus berkoordinasi dengan BPK terkait dugaan penyimpangan di PDAM lainnya.
Pada bagian lain, Kajati mengatakan kedatangan angota DPD RI tersebut unutk menyampaikan aspirasi masyarakat dengan point diantaranya, soal kinerja Kejati Kalsel dalam menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi, yaitu Dana siluman (Dansil), Pabrik Kertas Martapura, serta soal mafia tambang.
Diungkapkannya, mengenai kasus Dansil sudah ada tiga yang divonis dan dua masih dalam persidangan, serta menunggu hasil putusan banding, hingga perkembangan pada tersangka lainya dikalangan Eksekutif.
Mengenai PKM, Abdul Taufieq mengatakan, kalau sampai saat ini pihaknya masih menuggu salinan putusan dari Mahkamah Agung (MA) RI. ”Kami masih menunggu salinan dari MA. Kami belum menerima sampai saat ini,” paparnya.(aris)

Seteru KAI dan Peradi Bakal Berakhir

BANJARMASIN – Perseteruan dua organisasi bantuan hukum Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI) bakal berakhir.
      Pasalnya dua organisasi tersebut sudah bersatu, dan akan membentuk satu wadah tunggal. Peradi dan KAI akan melebur jadi satu dan berganti nama organisasi.
      Berakhirnya dua organisasi itu, juga diharapkan dapat mengakhiri perseteruan siapa yang lebih sah berpekara di lembaga Peradilan.
      Menurut pengacara lawas asal Banjarmasin, Abdullah SH, bergabunganya dua organisasi itu, adalah kesepakatan 16 Juni 2010 silam yang ditandatangi kedua belah pihak. Sesuai kesepakatan itu, kemudian Peradi dan KAI mendatangi gedung Mahkamah Agung (MA) pada 24 Juni 2010, lalu. Dihadapan Ketua MA, Harifin A Tumpa menyatakan bergabung dan akan membentuk satu wadah tunggal.
      “Ketua MA menyetujuinya, dan dualisme itu sudah tidak ada lagi. Namun untuk nama tidak lagi menggunakan KAI atau Peradi. Ada nama baru organisasi kepengecaraan,” ujar Abdullah.
      Ia melanjutkan, kalau pembentukan nama baru serta pengurus organisasi itu, akan dilaksanakan pada Munas (musyawarah nasional), dan paling lambat digelar 2012 mendatang. “Sebab, penyatuan ini sesuai dengan UU No.13 tahun 2003 tentang Advokat,” katanya. (farid)

Sidang Anggota Dewan Batola Diperlambat

BANJARMASIN – Sidang perkara pemalsuan tanda tangan yang menyeret salah satu anggota DPRD Batola, Shalihin (40), warga Jl Purna Sakti Komplek Permata Sari RT.36 RW.10 No.8 Basirih, Banjarmasin Barat sebagai terdakwa diperlambat.
     Pasalnya pihak kejaksaan tidak ingin terdakwa lepas dari jeratan hukum, saat ini jaksa penuntut masih mengatur sttategi agar terdakwa tidak divonis bebas.
    Demikian yang diutarakan jaksa yang menangani perkara tersebut, Firdaus, kepada Media Kalimantan saat dikonfirmasi, di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, kemarin.
    Menurutnya, dalam persidangan itu ada salah satu saksi hadir yang meringankan dugaan keterlibatan terdakwa dalam perkara ini. “Saksi itu mengaku yang menandatangi. Bukan Shalihin, seperti kala pengakuannya di BAP,” ungkap Daus.
    “Menghindari putusan bebas oleh majelis hakim, jaksa penuntut masih mengatur cara agar ia (shalihin, red) tidak lepas dari hukuman bebas,” ucapnya.
    Sidang ini sendiri, lanjut Daus, dari pihak jaksa tinggal pembacaan tuntutan. Namun, tutur Daus, tuntutan masih belum siap.
      Sekedar mengingatkan, disidang sebelumnya anggota DPRD Batola yang juga Direktur CV Graha Cipta ini membantah kalau dirinya melakukan pemalsuan tanda tangan. Dan sidang terkhir digelar pada 13 April 2010, silam. Sedang, terdakwa lain Bambang, tinggal pembacaan putusan yang rencananya digelar pada 5 Juli mendatang. Untuk tuntutan, Bambang diancam enam bulan penjara dengan masa percobaan setahun.
      Sekedar diketahui, kasus ini bermula kala Musprovlub Inkindo di Swiss Bell Hotel Banjarmasin yang dilaksanakan oleh DPN Inkindo, pada  18 Desember 2008 silam. Pelaksanaan Musprovlub ini dilakukakan atas dasar surat dukungan sebanyak 82 anggota dari 112 anggota Inkindo Kalsel. Dalam Musprovlub itu menetapkan Ifansyah Noor sebagai ketua Inkindo Kalsel yang baru menggantikan Ir Subhan Syarief.
    Namun belakangan, surat dukungan pelaksanaan Musroplub itu ternyata diragukan keasliannya alias palsu. Tidak terima dengan ketepan itu, Ketua Inkindo yang lengser Subhan Syarief mengadukan ke pihak kepolisian. Sehingga menyeret Shalihin dan Bambang menjadi tersangka. Dan dipatok dengan pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP. (farid)

PKS Bisa Terima Preman

BANJARMASIN – Meski Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berasaskan Islam, ternyata PKS dalam aplikasinya bisa menerima semua kalangan untuk bergabung menjadi simpatisan partainya.
    Ketua Fraksi PKS DPRD Banjarmasin, Muhammad Fauzan menuturkan, kalau PKS adalah partai memiliki asas Islam, namun terbuka untuk semua golongan dan kalangan.
      Partai dakwah ini, bisa menerima berbagai hal. Baik itu preman, maupun orang jalanan. Asalkan bisa membawa perubahan ke arah yang lebih baik buat partai dan masyarakat.
      “Siapa tahu kalau gabung di partai ini, meraka yang tadinya kurang iman. Akibat kenal PKS, memilih untuk masuk agama Islam, dan tambah tebal imannya,” ucap salah satu anggota komisi IV Bidang Pendidikan Kesehatan dan Sosial pada DPRD Banjarmasin ini.  
      Diakuinya M Fauzan, memang saat ini simpatisan partai mayoritas beragama Islam. “Tapi, tuturnya, PKS juga membuka diri untuk non-muslim,” pungkasnya.
     Ditambahkannya, siapa saja yang punya keinginan ke arah perubahan yang lebih baik, merupakan bagian dari PKS.
    Saat ditanya Media Kalimantan apakah kebijakan itu diambil untuk mewujudkan PKS menjadi partai besar ditengah negara multi agama dan etnik. Sebab, PKS mengira Islam menghambat jadi partai besar. Fauzan hanya menegaskan, kalau PKS terbuka untuk semua golongan. Dan dalam pergerakannya meliki konsep Amar Makruf Nahi Mungkar. (farid)

Berhenti Dulu, Baru Gabung Partai

BANJARMASIN – Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang terjun ke dunia politik harus memilih mengundurkan diri dahulu.
    Sebab jika tidak, kata Ketua KPU Banjarmasin, Drs H Makhmud Syazali MH, penilaian yang timbul terhadap KPU akan negatif.
      “Inilah etika dan mekanisme yang harus dilaksanakan simpatisan yang tergabung dalam organisasi indevenden ini, sebelum memilih bergabung ke salah satu partai,” cetus Makhmud, kepada Media Kalimantan.
    Lihat saja, katanya, Andi Nurpati yang bergabung di Partai Demokrat mendapatkan penilaian kurang bagi dari masyarakat.
    Bukan hanya itu, malah kenetralannya kala ia (Andi Nurpati, red) di KPU Pusat dipertanyakan, hingga diragukan oleh publik. Khususnya rakyat Indonesia. “Ini presenden buruk yang menambah ketidakpercayaan publik terhadap sistem politik saat ini,” tuturnya.
      Meski demikian tuturnya, tidak ada larangan anggota KPU untuk bergabung di partai. Hanya saja, celetuknya, hak pribadi sebagai warga negara itu dapat dijalankan jika terselesaikannya kewajiban. “Sah-sah saja bergabung di partai, tapi ada mekanisme yang harus dilaksanakan. Artinya jangan menuntut hak, sebelum menyelesaikan kewajiban,” pintanya.
      Misalnya, bebernya, mantan Ketua KPU Banjarmasin, Ir Murjani yang mengundurkan diri, saat dirinya masuk partai guna mencalonkan diri menjadi Calon Wakil Walikota Banjarmasin.
sebaiknya ada etika: anggota KPU tdk boleh jadi pengurus partai politik dalam tempo 3 tahun setelah selesai tugas di KPU. di US, jaksa dan hakim tidak bisa jadi pengacara di tempat dia bertugas sbg jaksa atau hakim dalam jangka waktu tertentu. jadi terhindar dari kongkalingkong. (farid)

Indikasi Gratifikasi?


BANJARMASIN – Jaminan hukum diberikan undang-undang yang mengijinkan pihak ketiga memberikan sumbangan untuk dana kampenye terhadap salah satu calon Kepala Daerah dinilai berpolemik, untuk itu harus dihilangkan.
Sebab, menurut Wakil Ketua DPRD Banjarmasin, Iwan Rusmali, benteng hukum untuk memberikan sokongan dana itu terindikasi timbal balik jasa, dan balas budi.
    “Itu sama halnya dengan melegalkan gratifikasi yang notabanenya dilarang UU Tipikor (tindak pidana korupsi, red). Sebab, adanya interaksi kepentingan dimasa mendatang,” ucap politisi partai Golkar ini, kepada Media Kalimantan, diruang kerjanya, kemarin.
    Ditegaskannya, sumbangan pihak ketiga yang kerap dilakoni perusahaan atau pengusaha itu sangat tidak baik dimata masyarakat. “Pencitraan terhadap yang mencalonkanpun akan menjadi negatif,” sebutnya.

    Iwan berkesimpulan, kalau materi muatan yang tertuang di pasal 83 UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah itu tidak diperlukan. “Hapus saja muatan materi UU itu. Sebab ada indikasi balas budi. Itu maksudnya apa. Meski dibatasi, tidak usah saja, sumbangan itu harusnya ditiandakan,” cetusnya.
    Ia berpendapat, kalau dana kampenye itu sebagusnya dikeluarkan dari calon yang bersangkutan, maupun dari partai politik pengusung.
    Sekedar diketahui, dalam UU sumbangan ditetapkan maksimal Rp 50 juta, berbeda dengan pilpres yang maksimal Rp 100 juta. Sedangkan badan hukum maksimal Rp 350 juta (pilpres Rp 750 juta). Mengacu pada UU Tipikor, apakah hal itu dapat dibenarkan dan bisa dikategorikan sebagai gratifikasi? (farid)

Penetapan Penahanan PT Gagal

Perkara Dansil Jilid III
 
BANJARMASIN – Penetapan penahanan yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi (PT) untuk terdakwa kasus dana siluman (dansil) jili III, Hj Aulia Aziza kembali mengalami kegagalan. Pasalnya Anggota DPRD Banjarmasin periode 1999-2004 menderita sakit.
      Menurut Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) M Irwan, mengungkapkan, seharusnya pelaksanaan penetapan untuk penahanan Aulia itu hari ini (kemarin, red).
      Tapi, kata Irwan, kondisi terdakwa saat ini sedang jatuh sakit. “Kuasa hukumnya terdakwa memberi tahu kalau terdakwa sedang jatuh sakit,” sebut Irwan, diruang kerjanya, kemarin.
      Penetapan itu, kata Irwan, terpaksa belum bisa dilaksanakan mengingat kondisi terdakwa yang tidak memungkinkan untuk dikirim ke Rutan Teluk Dalam.
      Terpisah, kuasa hukum terdakwa, Khairil Padli dari kantor hukum Fauzan Ramon SH dan rekan, membenarkan, kalau saat ini kliennya menderita sakit.
      “Sekarang Aulia sedang dirawat opname di RS Ulin ruang Anggrek,” ucapnya kepada Media Kalimantan.
      Dilanjutkannya, kalau kondisi kliennya mengalami penurunan stamina sejak Jum’at lalu. Sebab, kebanyakan pikiran dan cemas untuk menjalai eksekusi itu.
      Sekedar mengingatkan, Aulia mengajukan upaya banding ke PT, sebab tidak puas dengan vonis Pengadilan Negeri Banjarmasin, dengan menjatuhi hukuman 1 tahun penjara denda Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan. Dan memrintahkan terdakwa membayar uang pengganti Rp 170 juta, dengan batas waktu selama sebulan untuk membayar. Jika tidak mampu membayar maka harta benda akan disita, namun jika tidak harta tidak ada atau tidak mencukupi maka akan menjalani hukuman setahun penjara.
      Warga Jl Cendana II NO 106 RT 044 RW 012, Sungai Miai, Banjarmasin Utara, sendiri, dipatok dakwaan primer, yaitu Pasal 2 ayat 1, jo Pasal 18 ayat 1 UU 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 tahun 2000 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (tipikor), jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 jo Pasal 64 KUHP. Sementara itu, dakwaan subsider, yaitu Pasal 3, jo Pasal 18 ayat 1 huruf b UU Tipikor, jo Pasal 64 KUHP. (farid)

H Muhiddin Bisa Jadi Tersangka

BANJARMASIN – Kasus dugaan pembelian tanah bersertifikat palsu yang dituduhkan kepada Walikota Banjarmasin terpilih H Muhiddin terus bergulir. Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel, Arif yang menangani kasus tersebut mengatakan, pihaknya hingga saat ini masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium (lab) terhadap sertifikat yang diduga palsu tersebut. 
“Sertifikat tersebut telah kita kirim ke laboratorium forensik Polda Jawa Timur untuk diperiksa keasliannya. Jadi, tindakan kita selanjutnya tinggal menunggu hasil lab,” ujar Arif kepada MK, Senin (28/6).
Lebih jauh Arif mengungkapkan, penyidik juga telah meminta keterangan beberapa saksi, tersangka Emmy (penjual tanah yang diduga bersertifikat palsu kepada H Muhiddin) dan juga korban (pelapor) untuk melengkapi berkas penyidikan. Menurutnya, apabila melengkapi unsur-unsur yang dituduhkan, maka tidak menutup kemungkinan H Muhiddin yang saat ini berstatus saksi menjadi tersangka. “Berdasarkan acuan KUHP pasal 480 tentang penadahan, pembelian Sertikat Hak Milik (SHM) dibawah harga standar, patut dicurigai sebagai bentuk penadahan. Apabila terbukti sebagai penadah, H Muhiddin bisa saja menjadi tersangka atas dugaan penadahan sertifikat palsu tersebut,” tandasnya.
Logikanya, sambung Arif, kalau H Muhiddin memang hanya menerima gadai sertifikat tanah dari tersangka Emmy (sesuai pengakuan Emmy), mengapa tanah yang berada di tepi Jl A Yani Km 17 itu, diurug oleh H Muhidin. “Apabila tanahnya diurug berarti dipastikan telah dibeli H Muhiddin. Aneh, kalau memang hanya menggadai,” timpalnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, H Muhiddin diduga membeli tanah bersertifikat palsu dari Emmy (50), warga Banjarbaru. Emmy sendiri, dilaporkan Nirawati (68), warga Jl Pulo Mas III A/9 RT 004 RW 012 Kelurahan Kayu Putih Kecamatan Pulau Gadung Jakarta Timur pada kamis 27 Mei 2010 silam dengan tuduhan sudah merugikan pelapor, setelah memalsukan SHM No.21/1972.
Menurut Nirawati, Ia mengalami kerugian hingga Rp 2 miliar, akibat tanah miliknya di Jl A Yani Km 17,45 Gambut, Kabupaten Banjar sesuai SHM Nomor 537, pengeluaran Sertifikat Sementara tanggal 10 Nopember 1977, di Desa Gambut, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, Gambar Situasi No 602/77 seluas 10.000 meter persegi atas nama Nirwanati, diserobot Emmy.
Disebut-sebut H Muhiddin membeli lahan tersebut dengan harga Rp 600 juta lebih. Meskipun pengakuan Emmy, kalau sebidang tanah itu dijualnya seharga Rp 200 juta lebih. Spekulasi muncul, kala Nirawati yang melaporkan dugaan kalau H Muhidin dan Emmy ada kerja sama untuk menguasai sebuah bidang tanah hak miliknya itu. Mengingat tanah tersebut dihargai murah oleh Emmy. Padahal tanah itu nilainya bisa miliyaran rupiah.(firman)

Penyimpangan Kadin HST Diperdalam Polres

BANJARMASIN - Sejak dilaporkan salah satu LSM di Bumi Murakata bulan Mei 2010 silam, kasus dugaan penyimpangan proyek yang diduga dilakukan oknum-oknum di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), memasuki akhir Juni 2010 ini, masih dalam proses pendalaman oleh jajaran Polres HST, khususnya indikasi-indikasi yang mengarah pada pelanggaran Keppres 80/2003 tentang pengadaan barang dan jasa.
Kapolres HST AKBP Joko Purwanto saat dikonfirmasi Barito Post beberapa waktu lalu, membenarkan soal dugaan kasus tersebut. Dikatakannya, sejak dilaporkan bulan Mei silam hingga sekarang, jajaran penyidiknya telah memeriksa beberapa pengurus Kadin, termasuk Ketua Kadin HST Ali Rahman, guna dimintai keterangan terkait laporan dugaan penyimpangan proyek-proyek tersebut. “Jika keterangan mereka itu menguatkan proses lidik kami, khususnya dari pemeriksaan Ketua Kadin HST, maka kasus ini akan kami tingkatkan ke penyidikan dan akan dilakukan penetapan tersangka,” tegas Kapolres.
Selain dari kalangan Kadin HST, lanjutnya, jika ada indikasi keterlibatan Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) selaku pemegang wewenang lelang dalam setiap proyek yang terindikasi bermasalah, maka tidak menutup kemungkinan pihak SKPD juga akan diperiksa dan dimintai keterangan.
Seperti diwartakan, lantaran ditengarai bagi-bagi proyek, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) dipolisikan oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat di Bumi Murakata. LSM yang diketuai Masdullhak ini menuding ada penyimpangan lantaran terindikasi melanggar Keppres 80/2003 tentang pengadaan barang dan jasa.
Dari hasil penelisikan LSM tersebut, dugaan penyimpangan itu lantaran Kadin telah merekayasa peserta. Sehingga setiap proyek yang dilaksanakan oleh panitai lelang di setiap Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) terkesan sudah diatur sedemikian rupa. Menurut mereka, dugaan apa yang dilakukan Kadin sudah termasuk penyimpangan dan bisa diproses secara hukum. Karena itu kasus ini harus diproses Polres HST
Dikatakannya, Kadin berani mematok 4 % dari nilai proyek kepada pemenang tender. Dalihnya, itu akan dibagi-bagi kepada rekanan yang lain. “Skenario ini memang sengaja diatur, sehingga yang kalah pun tak masalah karena bakal kebagian fee. Ini benar-benar tidak fair dan terindikasi menyalahi Keppres 80/2003,” bebernya.
Ditambahkannya, setiap tahun anggaran proyek yang dibiayai APBD HST diserahkan ke Kadin HST oleh SKPD. Dalihnya, pagu yang tersedia dalam pengadaan barang dan jasa diharapkan memiliki standar harga. Dan dalam setiap penawaran, panita akan memilih nilai yang terendah, namun dianggap logis dan layak. Tetapi kesempatan itu justru ‘dimainkan’ oleh Kadin.
Karena memiliki kewenangan, lanjut Masdulhak, lalu Kadin bisa mengatur strategi dengan merekayasa setiap ada proyek yang ditawarkan oleh panitia lelang. “Saya berharap aparat penegak hukum, dalam hal ini Polres HST untuk menyelidiki masalah ini sampai tuntas,” harapnya.(aris)

50 Gram Sabu Disita

BANJARMASIN – 50 gram narkotika jenis sabu-sabu berhasil disita. Satuan I Direktorat Narkoba Polda Kalsel berhasil membekuk tiga orang bersama kurang lebih 50 gram sabu-sabu Sabtu (26/6) pagi sekitar pukul 08.00 Wita, dikawasan Jln Kelayan A Gg 12 RT 18.
Tiga orang yang berhasil ditangkap adalah Jamrani alias Injam (41) dan Dayat alias Mustafa (33) warga Jln Prona III (Lokasi II) Gg Hambawang RT 29 Banjarmasin Selatan serta M Firdaus alias Daus (37) warga Karang Intan RT 31 Kabupaten Banjar.
Kasat I Dit Narkoba Polda Kalsel AKBP I Made Widjana membenarkan bahwa pihaknya telah membekuk tiga orang yang diduga sebagai pemilik sabu-sabu seberat 50 gram tersebut. ”Ya ketiganya kami tetapkan sebagai tersangka,” ujar Made.
Lanjut Made, dari tangan Injam yang berprofesi sebagai tukang ojek ini petugas menyita barang bukti yang berhasil disita 1 paket besar shabu-shabu dengan kode A yang berisi 5 paket kecil seberat 24,05 gram. Paketan besar tersebut terbagi dalam 1 paket shabu 4,81 gram, 1 paket shabu 4,81 gram, 1 paket shabu 4,80 gram, 1 paket shabu 4,81 gram dan 1 paket shabu 4,82 gram.
Sementara, dari tangan Mustafa dan Daus barang bukti yang berhasil disita 1 paketan besar shabu-shabu dengan kode B yang berisi 7 kantong shabu seberat 28,26 gram, 1 timbangan digital dan 1 bungkus plastik klip. 7 kantong shabu tersebut terbagi 1 paket shabu 4,81 gram, 1 paket shabu 3,36 gram, 1 paket shabu 4,80 gram, 1 paket shabu 4,80 gram, 1 paket shabu 4,81 gram, 1 paket shabu 4,80 gram dan 1 paket shabu 0,88 gram.
Jelas Made, tertangkapnya ketiga orang tersebut hasil pengembangan dari tangkapan sebelumnya. Dimana, lanjutnya, sebelumnya sudah pernah tertangkap yang bernama Fahriansyah alias Bani (39) warga Jln Antasan Segara Gg Sawo RT/RW 23/08 Kelurahan Murung Raya Banjarmasin Selatan, Selasa (15/6) yang lalu. Bani dan mengaku mendapatkan barang dari IM.
Namun, tambah Made, ketika petugas berada di lokasi kebetulan Injam sedang berjalan keluar rumah. “ Tersangka Injam kaget melihat kedatangan kami dan sempat membuang satu paket besar sabu-sabu,” cetus Made.
Dari pengakuan Injam, dia mendapat barang haram tersebut dari Daus. Tak susah payah anggota menangkap Daus, kebetulan Daus berada di rumah tersebut. Petugas langsung masuk untuk melakukan penangkapan. ”Waktu kami grebek di rumah itu juga,  daus sedang asyik membagi shabu-shabu bersama dengan Mustafa,” terang Made.
Sebenarnya, terang Made, yang menjadi target utama pihaknya adalah IM. Namun IM tidak berada ditempat ketika dilakukan penggerebekan. Untuk itu, kasus ini akan diperdalam lagi untuk membuktikan IM.
Ditegaskan Made, ketiga tersangka akan kami jerat dengan Undang-Undang Narkotika No 35 Tahun 2009, tentang penyalahgunaan Narkotika, dengan ancaman hukuman minimal empat tahun kurungan penjara. (aris)

Kasus Poligami Kapolres Balangan Mulai Terkuak

BANJARMASIN – Kasus hangat tentang poligaminya Kapolres Balangan AKBP RR semakin hari semaking terkuak, pasalnya Ema yang mengaku isteri siri AKBP RR mulai mengungkapkan bukti-bukti kuat.
Saat dikonfirmasi melalui telepon, Ema mengatakan, kalau kakak kandung AKBP RR juga mengetahui hubungan mereka. ”Waktu saya keluar dari rumah sakit sakit Hermina Bogor,setelah melahirkan Aulia (5), saya dijemput AKBP RR dan kakaknya yang bernama ibu Dini. Yang menyetir mobil waktu itu AKBP RR dan ibu Dini yang menggendong Aulia,” ujar Ema.
Selain itu, ditambahkan Ema, dia akan segera menyerahkan foto-foto dirinya bersama AKBP RR dan juga akan menunjukkan surat nikah sirinya.
”Saya nanti akan tunjukkan ke penyidik Provam, foto-foto saya berdua dengan RR, dan juga surat nikah siri saya,” ungkap Ema.
Harapan Ema, agar kasus ini benar-benar ditindak lanjuti olah Provam Polda Kalsel, agar AKBP RR mendapatkan sanksi. ”Saya kesal dengan RR, karena tidak mengakui kalau Aulia anaknya,” katanya.
Selain itu, AKBP RR yang dicoba dihubungi melalui telepon beberapa hari lalu, enggan berkomentar tentang kasus poligaminya tersebut. ”Saya no comment,” ujar AKBP RR saat dikonfirmasi melalui telepon, kemarin.
Dikatakan RR, kasus tersebut sudah ditangani Bid Provam Polda Kalsel, sehingga dia tidak mau banyak berkomentar mengenai kasus  yang sedang hangat diberitakan media massa itu.
”Kalau saya jawab, nanti malah disebut membela diri. Jadi, saya no comment saja lah. Semuanya diserahkan ke Propam untuk menanganinya,” ungkap AKBP RR.
Bahkan, dia mengarahkan wartawan kalau ingin konfirmasi langsung saja ke penyidik Bid Propam Polda Kalsel atau Humas Polda Kalsel. ”Langsung tanya penyidik Bid Propam atau Humas,” cetusnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Tim Propam Polda Kalsel dalam beberapa hari ini telah berangkat ke Bogor untuk mengusut kasus tersebut. Menurut sumber terpercaya, Bid Propam Polda Kalsel pergi ke Bogor dan Bandung mendatangi sejumlah saksi yang masih sahabat Ema.
Tim berupaya mengorek keterangan saksi tentang sejauh mana sebenarnya hubungan antara AKBP RR dengan Ema. Hal itu dilakukan untuk mencari kebenaran apakah memang benar Aulia anak AKBP RR dengan Ema ataukah bukan.
Bahkan, kabarnya, bekas sopir RR juga bakal diminta keterangan oleh tim ini. Tim terpaksa melakukan penelusuran dan penyelidikan, setelah RR dikabarkan masih kokoh pada pendiriannya bahwa gadis cilik itu bukan anaknya.(aris)

Advokat KAI Kalsel Diminta Tenang

BANJARMASIN – Adanya pernyataan resmi dari Ketua Mahkamah Agung (MA), Harifin A Tumpa, yang menyatakan kalau organisasi advokat yang resmi hanya Peradi (Persatuan Advokat Indonesia).
      Pernyataan itu tentunya membuat advokat yang tergabung dalam organisasi diluar Peradi cukup resah, kalau mereka ditolak untuk beracara di peradilan.
      Hingga Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kongres Advokat Indonesia (KAI) Kalimantan Selatan (Kalsel), Wanto A Salan K SH, mengimbau kepada seluruh advokat yang bernaung di KAI Kalsel agar tenang dan tetap menjalankan profesinya.
      Ia menilai, pernyataan Ketua Mahkamah Agung (MA), Harifin A Tumpa, yang menyatakan bahwa Peradi sebagai organisasi resmi, tidaklah benar. “Untuk itu, KAI Se-Indonesia mendesak Ketua MA mencabut ucapannya itu, dan mencabut Surat keputusan No.052/KMA/2008,” tambah Wanto.
      “Advokat asal KAI diminta tetap tenang,” ucapnya, kepada Media Kalimantan, kemarin.
      Sebab menurutnya, mengacu penyatuan advokat Indonesia pada Jum’at 16 April 2010 silam. Peradi dan KAI Menghasilkan rekomendasi antara lain, dua organisasi itu bersatu dan membentuk satu wadah tunggal organisasi advokat, dengan melaksanakan Munas (Musayawarah Nasional) selambatnya 2012 mendatang.
      Bahkan, kata Wanto, saat pertemuan Pengurus Dewan Pengurus Pusat (DPP) dan DPD KAI Se-Indonesia pada Kamis 24 Juni 2010. Pengurus KAI Se-Indonesia mendukung terbentuknya satu wadah organisasi advokat, tetapi tidak setuju sebelum KAI Rampimnas (rapat pimpinan nasional), dan tidak setujui organisasi gabungan tersebut bernama Peradi.
      Selain itu, KAI Se-Indonesia juga mendesak agar Ketua MA untuk memerintahkan Pengadilan Tinggi memberikan sumpah, bagi advokat yang belum mendapatkan sumpah. (farid)

Bandar Narkoba Terpancing

BANJARMASIN – Bandar narkoba terpancing petugas. Kini, bandar itu duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin.
      Budiansyah alias Budi (22), warga Jl Antasan Raden Teluk Tiram Darat RT.21 NO.1 Telawang, Banjarmasin Barat pun akhirnya menjadi terdakwa dihadapan Hakim Ketua, Wurianto.
      Bahkan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Alpha Fauzan yang menyidangkan, mematok pasal 114 ayat 1 UU RI No.35 tahun 2009 tentang Narkotika dalam dakwaan kesatunya. Dan meletakkan kedua pasal 114 ayat 2 UU RI No.35 tahun 2009 tentang Narkotika untuk dakwaan kedua.
      Diringkusnya Budi, bermula kala M Aini alias Anang (berkas berbeda) tertangkap dan kedapatan 3 butir ekstasi logo 555, dan sebungkus plastik yang berisi serbuk ekstasi warna cokelat seberat 1,32 gram. Pada Jum’at 12 Maret 2010, pukul 17.30 Wita di Jl Soetoyo S Komplek Hasan Basry, Banjarmasin Barat.
      Dari keterangan Anang barang haram itu dibelinya dari Budi. Dengan harga perbutir Rp 180 ribu, jadi harga keseluruhan Rp 540 ribu.
      Dengan akal polisi, akhirnya polisi memancing Budi, dengan menyuruh Anang membeli barang haram itu sebanyak 30 butir. Pancingan petugas berhasil, hingga akhirnya Budi ditangkap.
      Dan, saat dilakukan penggeledahan petugas kembali menemukan barang bukti sebanyak 16,5 butir ekstasi di rumah Budi. Dari tangan Budi polisi menyita 46,5 pil ekstasi dengan berat 20,09 gram untuk dijadikan barang bukti. (farid)

Lima Belum Divonis

BANJARMASIN – Saat ini, lima berkas perkara dana siluman (Dansil) jilid III dengan 10 terdakwa, masih menyisakan 5 terdakwa yang belum mendapat vonis pengadilan.
Menurut salah jaksa penuntut Margono SH, kelima terdakwa yang belum mendapatkan vonis di pengadilan, yakni Ir Murjani Djohar, Nasruddin, Alex Muradi, H Aidil Has, dan Akhmad Kurnain.
Disebutkan terakhir itu, kata Margono, kondisinya hingga kini sedang dalam perawatan dari sakit. “Ia (Kurnain), sedang sakit,” sebut Margono.
Untuk berkas perkara Ir Murjani Djohar dkk, jaksa penuntut yang menangani yakni Ramadani, Alpha Fauzan, dan Reti Istiriyani. Sedang berkas Alex Muradi dkk, dengan jaksa penuntut Firmansyah Subhan, Sahidannoor, dan Akhmad Rifain.
Rencananya, dalam minggu ini sidang pembacaan putusan untuk keempat terdakwa akan digelar.
Untuk, terdakwa yang masih sakit kemungkinan akan mendapatkan vonis dengan in absensia atau tidak hadirnya terdakwa di pengadilan.
Sementara itu, untuk terdakwa yang sudah dijatuhkan vonis, yaitu Hj Aulia Aziza, M Arsyad, Ismail Anwar, Endah Trimororibut, serta Ainie Ijuh. Masing-masing dijatuhi vonis setahun di pengadilan tingkat pertama. Khusus untuk Aini yang banding hukumannya bertambah tiga bulan.
Sedangkan empat terdakwa lainnya, berkasnya sedang memasuki upaya banding di Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan, Banjarmasin.(farid)    

Stokpile CV Tretes Utama Tidak Kantongi Ijin HO

BANJARMASIN – Stockpile penumpukan bijih besi yang sekarang berganti menjadi penumpukan peti kemas milik CV Tretes Utama ternyata tidak memiliki ijin HO (ganguan).
    Terungkapnya itu, saat digelarnya sidang lanjutan antara warga Komplek Putri Duyung (penggugat) melawan CV Tretes Utama (tergugat). Pada sidang lanjutan, Kamis (24/6), di Pengadilan Negeri Banjarmasin.
      Kuasa hukum tergugat, Abdul Kadir S Ag SH dalam repliknya, menyebutkan kalau ijin HO yang diberikan pihak Pemko Banjarmasin, bukan atas kleinnya (CV Tretes Utama, red). Melainkan atas nama PT Deposindo Perkasa Abadi.
      Dengan dasar itu Abdul Kadir berpendapat, gugatan yang dilakukan penggugat tidak ada hubungannnya dengan tergugat. Untuk itu ia meminta kepada majelis hakim untuk menolak gugatan para penggugat untuk seluruhnnya.
      Sementara itu, gugatan yang juga ditujukan untuk Kepala Badan Lingkungan Hidup Banjarmamsin selaku tergugat kedua dan turut tergugat Kepala Dinas Tata Kota Banjarmasin. Jaksa Pengacara Negara dari Kejaksaan Negeri Banjarmasin yang mewakili Pemeritah Banjarmasin, menyatakan gugatan 41 warga, tidak tegas, tidak rinci, serta tidak jelas subyek hukumnya. Untuk itu, ia meminta majelis hakim menolak gugatan penggugat.
      Sekedar diketahui, perkara perdata register perkara No.54/Pdt.G/2010/PN.Bjm tertanggal 6 April 2010 ini, bermula kala sebanyak 41 warga Jl Intan Sari Komplek Putri Duyung RT 39 RW 11, Basirih, Banjarmasin Barat melayangkan gugatan secara perdata terhadap Direktur CV Tretes Utama, Sutapip SE SH.
    Dalam gugatan itu, Direktur CV Tretes Utama menjadi tergugat I, Kepala Badan Lingkungan Hidup Banjarmasin sebagai tergugat II, dan menempatkan Kadistakot Banjarmasin sebagai turut tergugat.
    Gugatan itu sendiri dilayangkan, dikarenakan tanah berukuran panjang 400 meter dan lebar 3 meter milik warga yang didapat dari hibah pemilik sebelumnya itu, justru beralih kepada CV Tretes.
    Intinya, pihak warga merasa dirugikan dengan keberadaan stockpile tersebut. Sebab aktivitas di lokasi itu dirasakan sangat mengganggu dan merugikan pihak warga. Sehingga warga menuntut pembayaran ganti rugi sebesar Rp 100 juta sebagai ganti kerusakan rumah, dan Rp 2 milyar untuk gangguan aktivitas dari stockpile itu.
    Bukan hanya itu, pihak warga juga menuntut agar selama proses hukum ini belum diselesaikan agar pihak CV Tretes Utama menghentinkan segala aktivitasnya di stockpile tersebut. Jika dilanggar CV Tretes Utama wajib membayar Rp 10 juta tiap harinya. (farid)