Catatan Pinggir

Kamis, 25 November 2010

Tiga Pemkab Rentan Korupsi Dana Reklamasi

BANJARMASIN- Dana reklamasi yang disetorkan pihak perusahaan pertambangan rentan disalahgunakan oleh pejabat terkait. Untuk itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel, mendesak pemerintah daerah (Pemda) setempat bersikap transparan terkait penggunaan dana reklamasi tambang.
Menurut, Manajer Kampanye Walhi Kalsel Dwitho Frasetiandy, alokasi dana reklamasi berbanding terbalik dengan fakta di lapangan. Sebab, berdasarkan temuan organisasi lingkungan itu menunjukkan bahwa terdapat banyak sekali eks lahan tambang yang tidak direklamasi dan menyisakan danau-danau yang airnya mengandung racun asam tambang.
“Jadi patut dicurigai sebagai indikasi adanya korupsi dalam penggunaan dana reklamasi karena reklamasi selama ini cuma seadanya saja, asal-asalan,” katanya kemarin.
Pria yang akrab disapa Andy ini menilai, kecurigaan itu disebabkan kalau selama ini penggunaan dana reklamasi tidak pernah dipublikasikan, dan disosialisasikan. Selain itu, dana reklamasi tersebut dimasukkan ke pos mana juga tidak jelas.
Meski tidak bersedia merinci nama-nama perusahaan pemilik KP yang dimaksud dalam pernyataannya itu, namun fakta tersebut setidaknya ditemukan misalnya di Kabupaten Tabalong, Tanah Bumbu, dan Kabupaten Banjar. “Kami tidak menyebut perusahaannya, tapi memang itu yang kami temukan di lapangan. Tidak hanya 1-2, tapi banyak sekali,” ungkapnya.
Di UU Minerba diatur bahwa dana reklamasi disetorkan oleh perusahaan kepada pemda dan reklamasi boleh dilakukan oleh perusahaan, pemda, atau pihak ketiga yang ditunjuk. Namun, pasal yang menyebutkan ketentuan-ketentuan tadi justru dinilai Walhi sebagai celah bagi perusahaan untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap kewajiban melakukan reklamasi. “Pengusaha berpikir bahwa dia sudah setor, setelah itu terserah pemerintah mau melakukan reklamasi atau tidak,” cetusnya.
Jadi, UU-nya memang yang tidak kuat mengikat perusahaan untuk bertanggung jawab terhadap kewajiban mereka melakukan reklamasi. Apalagi tidak ada sanksi yang berat,” sesalnya.
Terkait hal ini, beberapa waktu lalu Walhi telah mengajukan uji materil UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena UU tersebut dianggap masih belum mengakui hak masyarakat atas ruang hidup terbebas dari usaha penambangan dengan adanya sejumlah pasal karet yang memungkinkan perilaku perusahaan tambang yang telah merusak luas lingkungan dan ruang hidup terus terjadi.
Selain mengubah peraturan perundang-undangan, Walhi juga memandang perlu untuk mengubah pola pikir masyarakat mengenai corporate social responsibility (CSR). Walhi menuding bahwa CSR hanya dijadikan kamuflase untuk menutupi kejahatan yang sudah dilakukan oleh perusahaan tambang terhadap lingkungan.
“Mereka menutupi kerusakan yang mereka timbulkan dan ‘dosa-dosa’ yang telah mereka lakukan lewat CSR, tapi masyarakat tidak sadar sumber daya alam habis, hutan tidak ada lagi, dan banyak masyarakat kehilangan tanah,” ucapnya. Jika sampai merembes ke pemukiman dan dikonsumsi oleh masyarakat, tentu akan sangat berbahaya. “Pemda terutama kabupaten/kota yang selama ini banyak mengeluarkan izin kuasa pertambangan (KP) harus lebih terbuka lagi, diapakan sebenarnya dana reklamasi itu,” ujarnya. (farid)

Minggu, 21 November 2010

10 Saksi Diperiksa


Terkait Kasus Dugaan Perjalanan Fiktif Dinas Pasar

BANJARMASIN- Setelah menetapkan dua tersangka terkait kasus perjalanan dinas fiktif. Rupanya pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarmasin tidak ingin berlama-lama dalam menangani proses dugaan tindak pidana korupsi pada Dinas Pasar Banjarmasin.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Banjarmasin M Irwan mengakui, Kejari akan mempercepat proses hukum kasus itu. Untuk itu, proses penyidikan kasus itu ditargetkan rampung sebelum Januari 2011.
“Berkas perkara akan dirampungkan dalam dua bulan terakhir ini,” kata Irwan kepada sejumlah wartawan, di ruang kerjanya, Senin (22/11).
Dengan rampungnya berkas perkara itu, lanjutnya, maka secepatnya akan dikirim ke pihak Pengadilan Negeri Banjarmasin untuk disidangkan.  
Saat ini, pihaknya sudah melayangkan surat pemanggilan untuk sepuluh saksi terkait, dan besok rencananya akan dimintai keterangannya seputar dugaan perjalanan dinas yang dindikasikan fiktif itu.
Untuk kasus itu, beber Irwan, pihaknya sudah menetapkan dua tersangka, yakni Kepala Dinas Pasar Banjarmasin Sukadani, dan bawahannya Mariani Mardi. Bawahannya itu dijadikan tersangka, dikarenakan berperan sebagai pejabat pelaksana tekhnis kegiatan dengan mengeluarkan manipulasi surat perintah jalan. “Keriguan negara dalam kasus itu kurang dari Rp 100 juta,” terangnya.
Disinggung penambahan tersangka, Irwan belum bisa memastikan. Sebab, untuk saat ini pihaknya hanya melihat dua orang yang berperan dalam kasus itu, sehingga layak dijadikan tersangka. “Lihat perkembangannya,” katanya.
Saat ditanya apakah ada hal lain yang bisa terindikasi dugaan korupsi pada Dinas Pasar, selian kasus perjalanan fiktif? Irwan enggan menjawab. Menurutnya, pihak kejari akan memproses hukum sesuai kewenangannya. Jadi, tegasnya, jika dalam perkembangan kasus ditemukan dugaan korupsi lainnya dalam dinas tersebut. Pihaknya tidak segan-segan akan memprosesnya. “Kita tunggu saja hasil perkembangan kasusnya,” tuturnya. (farid)

Kamis, 11 November 2010

LKP3M Tunggu Respon Hearing di DPRD Kalsel

BANJARMASIN- Setelah melayangkan surat pengaduan ke DPRD Kalsel pekan lalu untuk hearing (dengar pendapat) berkait dugaan legalitas PT Arutmin Indonesia di areal PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) di wilayah DU 322 yang masuk di wilayah Kabupaten Tanah Laut dan Kotabaru, Direktur Lembaga Kajian Pengawasan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (LKP3M) Kalimantan Selatan, Irwansyah masih menunggu respon Ketua DPRD Kalsel Nasib Alamsyah.
Hal ini diungkapkan Irwan (sapaannya) kepada wartawan, Kamis (10/11) kemarin. “Berdasarkan prosedur pengaduan ke DPRD Kalsel, kami telah mengirimkan surat untuk dengar pendapat ke Ketua DPRD Kalsel dan telah diterima staff beliau. Namun hingga hari ini, kami masih menunggu respon atau balasan surat mengenai agenda pertemuan dengan komisi (Komisi I dan Komisi III) yang membidangi masalah legalitas pertambangan ini,” ungkap Irwan.
Sebelumnya, setelah menyampaikan press release ke media-media cetak,  temuan LKP3M tentang legalitas PT Arutmin Indonesia di areal PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) di wilayah DU 322 yang masuk di wilayah Kabupaten Tanah Laut dan Kotabaru ini, mendapat respon dari beberapa anggota DPRD Kalsel, Walhi, Aspektam, dan Aspera.
Mekanisme inipun juga telah diusulkan Anggota Komisi I Bidang Hukum DPRD Kalsel, Ir Soegeng Soesanto M.AP. “Kita pasti serap aspirasi yang mau disampaikan LKP3M menyangkut mempertanyakan legalitas PT Arutmin Indonesia di DU 322 tersebut. Dan kami menunggu surat pengaduan yang nantinya dialamatkan ke Ketua DPRD Kalsel, dan setelah itu pasti akan ditembuskan atau didisposisikan ke Komisi I dan Komisi III. Intinya kami siap memfollow up pengaduan tersebut,” ungkap Soegeng.
Setelah surat itu nantinya ditembuskan ke Komisi I dan III, lanjutnya, maka mekanismenya akan dibentuk tim gabungan untuk menindak-lanjuti pengaduan tersebut. “Langkah pertama tentunya kita lakukan hearing (dengar pendapat, red), kemudian kita akan panggil dinas-dinas terkait, dan tentunya juga yang diadukan, pihak PT Arutmin,” paparnya.  
Sementara itu respon mengenai dipertanyakannya legalitas  PT Arutmin Indonesia di areal PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) di wilayah DU 322 itu, juga berkembang ke arah kerusakan lingkungan. Hal ini mendapat perhatian serius dari Direktur Ekesekutif Walhi Nasional, Berry Furqon. Berry sepakat dengan pandangan sejumlah anggota dewan, kalau PT AI dan beberapa pemegang PKP2B lebih cenderung menyumbang kerusakan lingkungan daripada menyumbang ke kas daerah.
“Secara umum, yang namanya pertambangan batubara sifatnya adalah merusak lingkungan, tanpa adanya pengawasan atau monitoring dari seluruh pihak, dipastikan lambat laun  Kalsel akan hancur akibat aktifitas pertambangan, khususnya secara akumulatif dari PT Arutmin Indonesia dan pemegang PKP2B lainnya,” tegas Berry.
Sebelumnya, Irwansyah, Direktur Lembaga Kajian Pengawasan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (LKP3M) Kalimantan Selatan, mempertanyakan legalitas PT Arutmin Indonesia yang bekerja di lokasi atau areal PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero), khususnya di wilayah DU 322 yang masuk di dua wilayah Kabupaten, Tanah Laut dan Kotabaru dengan cakupan luas wilayah 12.473 Ha.
Selama ini sering terjadi permasalahan atau sengketa lahan di lapangan, PT AI selaku pemegang PKP2B, terkesan seenaknya mengakui titik-titik kordinat PT BA adalah milik mereka.
Saat ditanya legalitas peta batas wilayah PKP2B, urainya, PT AI selalu bermodalkan peta wilayah (kordinat) hasil buatan mereka sendiri, ditambah Kuasa Pertambangan (KP) milik PT BA berdasarkan Keputusan Dirjen Pertambangan Umum 245.K/2014/DDJP/ 1995 (DU-314/Kalsel), yang mana saat itu diperoleh PT BA dan menempatkan PT AI hanya sebagai kontraktornya saja untuk areal seluas 737,98 Ha di Kabupaten Kotabaru.
Padahal, berdasarkan Kepmen 680 tahun 1997 yang mengatur Keppres No 75 tahun 1996, seluruh KP sudah kembali ke Negara, termasuk milik PT BA sendiri, jadi sejak saat itu sudah sangat jelas PT AI tidak ada sangkut pautnya lagi dengan PT BA. Anehnya, PT AI setiap ada menghadapi sengketa, selalu mengakui kalau lahan DU 322 tersebut adalah milik mereka.
Yang sangat mengherankan, setiap kali ditanya penambang rakyat atau masyarakat, PT AI selalu menunjukan peta wilayah atau kordinat yang hasil buatan mereka sendiri.
Parahnya lagi di Dinas Pertambangan, tambah Irwansyah, apabila penambang rakyat dan masyarakat yang dihadapkan masalah ini berusaha mempertanyakan legalitas PT AI tersebut, jawaban mereka selalu urusannya ke pihak Pusat, alias tak mampu mengatasi sendiri sesuai kewenangan Otonomi Daerah. “Memang sudah jadi rahasia umum, kalau PT AI ini sarat dengan kepentingan politis dan kekuasaan. Bukan hanya dinas terkait saja di daerah yang ‘melempem’, aparat berwajib sebagai ujung tombak penegakan hukum pun seperti tak berani ‘menyentuh’. Mestinya, aparat berwajib bisa dengan jeli menindak pelanggaran-pelanggaran PT AI yang terjadi di lapangan, termasuk legalitas PT AI yang tidak sedikit juga yang bermasalah. Tapi sayangnya, hingga detik ini yang muncul ke permukaan adalah keberpihakan aparat berwajib kepada PT AI. Apalagi kalau bicara soal hirarki, seorang oknum aparat berpangkat Kombes sekalipun, tak akan mampu menindak PT AI apabila ada oknum jenderal di Mabes Polri yang sudah menyalakan ‘lampu merah’,” sindirnya.(aris)

Rabu, 10 November 2010

Diduga Pukul Ladies, Polisi Polda Dimejahijaukan


BANJARMASIN- Diduga melakukan pemukulan terhadap pemadu Karaoke (ladies) di Karaoke Hotel Banjarmasin Indonesia (HBI) Anti. Anggota polisi Kepolisian Daerah (Polda) Kalsel Agus Jawardi alias Agus Lowo (32) dimejahijaukan.
Briptu Agus Lowo yang saat ini tercatat bertugas di Denma (Detasemen Markas) Polda Kalsel dalam berkas acara pemeriksaannya. Ia mengaku, dirinya tidak pernah melakukan pemukulan atas saksi korban Anti. Menurutnya, lebam di dahi kanan Anti itu akibat terbentur pintu, saat dirinya mendorong Anti.
Warga Jl Aspol Bina Brata Blok M No.2 Banjarmasin ini, menjelaskan, kalau pemukulan, apalagi menganiaya seperti yang dituduhkan Anti tidaklah benar. Sebab, kejadian itu terjadi akibat Anti menengahi percekcokan dirinya dengan pasangannya Anna. Ditengah percekcokan itu, Anti yang datang berusaha melerai, ia dorong hingga akhirnya dahi kanannya terkena pintu.
Namun berbeda keterangan yang diberikan Anti dalam sidang yang diketuai Wahyono pada persidangan di Pengadilan Negeri, kemarin siang. Anti mengaku luka lecet dan pembengkakan di dahi kanannya itu akibat aksi pukul terdakwa (Agus Lowo).
Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sahidannoor, kejadian itu bermula saat Agus Lowo yang berpasangan dengan Anna dan rekannya Yono yang berpasanan dengan saksi korban (Anti) di room 312 HBI bernyanyi sambil minum-minuman keras.
Tapi, ketika pukul 21.00 Wita terjadi keributan antara Agus Lowo yang berpasangan dengan Anna di depan toilet. Melihat itu, Anti berusaha melerai hingga akhirnya tangan kanan terdakwa melayang ke arah Anti. Hingga menyebabkan luka bengkak dan lecet di dahi kanan korban, pada Sabtu 5 Juni 2010 di Karaoke HBI.
Atas itu, Sahidannoor mengancam perbuatan Agus Lowo dengan penganiayaan yang menyebabkan luka yang dipatok dalam pasal 351 ke-1 KUHP. (farid)

Janji Tuntaskan PR Kasus Korupsi

Dugaan Korupsi PD Kayuh Beimbai dan Dinas Pasar Bakal Diusut

BANJARMASIN- Kinerja Kejaksaan Negeri (Kejari) akan terus mengalir dalam memberantas tindak pidana korupsi di Banjarmasin.
Demikian ungkap, Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarmasin, Irwan Tajuddin, kepada sejumlah wartawan seusai acara pengantar tugas Kasi Intel Kejari sebelumnya, Firmansyah Subhan.
Ia berjanji, tidak akan melakukan tebang pilih terhadap suatu kasus. Bahkan, bertindak sesuai kapasitas dan kewenangan kejaksaan. “Untuk korupsi Saya akan serius dan profesionalisme,” tuturnya.
“Kasus-kasus yang tersisa dari Kasi Intel terdahulu, akan dilanjutkan dan yang belum naik ketingkat penyidikan menjadi prioritas penyelesaiaanya,” ucapnya.
Saat ini akunya, belum mengetahui kasus korupsi di Banjarmasin yang sedang ditangani intel kejari sebelumnya. Namun demikian, Irwan siap berkordinasi ke semua pihak termasuk wartawan dalam pengungkapan dan penuntasan kasus yang merugikan keuangan negara tersebut. “Untuk Saya siap kordinasi, dan informasi terkait tindak pidana korupsi disinyalir terjadi di kota ini,” ungkapnya.
Jaksa Pengawas pada Kejaksaan Agung (Kejagung) RI Firmansyah Subhan mengakui saat ini ia menyisakan beberapa kasus dugaan korupsi yang belum naik ke tingkat penyidikan. Sebab, dalam hal ini masih pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket). Dua diantaranya yang mencuat dugaan korupsi Perusda Kayuh Baimbai yang ditengarai menghabiskan milyaran rupiah uang negara, ditambah dugaan korupsi pada Dinas Pasar Pemkot Banjarmasin.
“Dua kasus itu sudah ke arah lead penyelidikan. Kedua kasus ini bakal diprioritaskan pengusutannya,” ungkap mantan Kasi Intel Kejari Banjarmasin ini kepada sejumlah wartawan disela-sela acara pengantar tugasnya itu.
Sementara itu, Kepala Kejari Banjarmasin Hadi Purwoto menyambut baik kedatangan bawahannya yang baru. Ia berpesan, agar kinerja Kejari Banjarmasin kedepan dalam menumpas korupsi makin ditingkatkan. Selain itu, ia meminta penumpasan korupsi tersebut mengedepankan profesinalisme.(farid)

Noor Ilmi Tak Lagi Nikmati Hasil Korupsi


BANJARMASIN - Mantan Kabag Keuangan Setkodati II Banjarmasin Ilmi Noor (62) terpaksa tidak bisa menikmati hasil kejahatannya.
Masalahnya gugatan perdata yang diajukan pengacara negara, dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarmasin ini, Ramadani, M Irwan, dan Akhmad Rifain dan Sahidanoor,  diterima Majelis Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, kemarin.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim yang diketuai,Agung Wibowo dengan anggotanya, Suswanti dan M Basir menyatakan,  mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya, tergugat melakukan perbuatan melawan hukum.
Selain itu, menghukum tergugat untuk membayar ganti kerugian materiil sebesar Rp 1.834.696.424,69. Dan menghukum tergugat membayar dwangsom (uang paksaan) Rp 1.000.000 setiap hari, jika tergugat lalai melaksanakan putusan tersebut.
Bahkan, Majelis Hakim mengabulkan permohonan sita jaminan terhadap benda tidak bergerak milik tergugat, berupa sebidang tanah dan sebuah rumah yang terletak di Jl. Gunung Sahara VII Dalam No.10 RT.001/05 Kelurahan Gunung Sahari Utara Kecamatan Sawah Besar Jakarta Pusat, dan sebidang tanah dan rumah di Jl Bougenvil Permai II No.27 LC RT.017 RW.06 Kelurahan Cibatu Kecamatan Cikarang Selatan Kabupaten Bekasi.
Ramadani kepada Media Kalimantan mengatakan, gugatan perdata itu dilakukan mengingat besarnya kerugian yang dialami negara akibat kejahatan korupsi Ilmi Noor. Dijelaskannya, Ilmi Noor melakukan pidana korupsi berlanjut dari tahun 1993 hingga 1998, untuk pembayaran cicilan proyek KIP, pinjaman IBRD, dan Pasar Antasari, sehingga negara mengalami kerugian senilai Rp. 1,99 milyar.
Bukan itu saja, lanjutnya, disitanya benda tidak bergerak milik tergugat tersebut, dikarenakan harta itu diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi yang dilakukannya selama Noor Ilmi menjabat Kabag Keungan Setkodati II Banjarmasin.
Kemudian berdasarkan putusan PN No: 61/PID.B/1999/PN-BJM, Ilmi Noor dijatuhi hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp. 22.500.000 juta subsidair enam bulan kurungan. Selain itu, dia diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp 1.813.196.424,69 kepada negara. “Kewajiban bayar atas uang-uang inilah yang tidak dipenuhi Ilmi, makanya Kejari Banjarmasin melayangkan gugatan perdata,” jelasnya, kemarin siang.
Sekedar mengingatkan, Warga Jl Mahat Kasan RT.25 No.68 Gatot Subroto, Kuripan, Banjarmasin Timur ini sempat menjadi buronan Kejari Banjarmasin selama 12 tahun, atas kasus tindak pidana korupsi. Kemudian ia ditangkap dan dijebloslan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Teluk Dalam pada Sabtu, 20 Maret 2010 silam. (farid)