Catatan Pinggir

Senin, 05 Juli 2010

Dirut PDAM Nyatakan Tidak Ada Penyimpangan

BANJARMASIN – Direktur Perusahaan Daerah Air Minum Bandarmasin Ir Muslih membantah kalau di perusahaan yang baru dipimpinnya selama satu minggu ini terjadi dugaan penyimpangan seperti yang dinyatakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). ”Diperusaan ini tidak ada terjadi penyimpangan,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Sabtu.
Lebih lanjut Muslih mengatakan, pihaknya sudah pernah konfirmasi ke BPKP dan pihak BPKP menyataikan dugaan penyimpangan itu terjadi di Perusahaan Kayuh Baimbai. ”Itu dugaan penyimpangan yang ditemukan BPK bukan di PDAM, melainkan di Perusaan Kayuh Baimbai. Sebelumnya saya sudah ada konfirmasi ke BPKP,” terang Muslih.
Perusahaan Kayuh Baimabi yang diduga terjadi penyimpangan itu pernah dibenarkan oleh Walikota Banjarmasin Yudi Wahyuni beberapa waktu lalu dan itu bukan penyimpangan melainkan kesalahan adminstrasi.
Dari hasil audit BPK yang menemukan dugaan penyimpangan sebesar Rp 52 miliar, dan Walikota Banjarmasin membenarkan hanya Rp 21 miliar kesalahan adminstrasi.
Ditambahkan Muslih, pihaknya setiap tahunnya selalu memuat hasil audit BPK ke seluaruh media-media. ”Setiap tahun hasil audit BPK selalu kami iklankan di media-media, untuk diketahui masyarakat,” terang Muslih.
Muslih mengungkapkan, dirinya sempat terkejut mendengar pemberitaan sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel memerintahkan Kejari Banjarmasin untuk menelisik dugaan penyimpangan yang diperoleh pihaknya dari webset BPK.
Cetusnya, setelah mengdear pemeberitaan tersebut, dirinya setiba di Banjarmasin dari Bandara Syamsudin Noor langsung menuju ke Kejari Banjarmasin menemui Kasi Intel Firman untuk konfirmasi apakah benar perusaan yang dipimpinya tersebut akan ditelisik.
”Saya langsung datang ke Kejari Banjarmasin untuk menayakan kebenaranya, ternyata pihak Kejari akan menelisik Perusaan Kayuh Baimabi. PDAM dengan Kayuh Baimbai itu sendiri-sendiri,” cetusnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, dugaan penyimpangan di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandarmasih menjadi prioritas aparat penegak hukum. Bahkan, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalsel Abdul Taufieq SH telah memerintahkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarmasin untuk menelisik hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyimpulkan adanya indikasi penyimpangan sebesar Rp 52 miliar di perusahaan daerah tersebut. “Saya perintahkan Kajari Banjarmasin untuk koordinasi dengan BPK di daerah sini. Sementara ini belum diketahui apakah itu penyimpangan atau kesalahan administrasi. Makanya kami telaah terlebih dahulu,” tegas Taufieq kepada Media Kalimantan kemarin.
Taufieq mengungkapkan, pihaknya mendapatkan informasi dugaan penyimpangan itu melalui website BPK, yang menyebutkan kalau PDAM Bandarmasih, termasuk PDAM di 13 Kabupaten/kota bermasalah.
Sementara itu anggota DPD RI asal Kalsel Adhariani meminta Kejati Kalsel mengusut tuntas dugaan penyimpangan di PDAM Bandarmasih.
”Kita tunggu kinerja Kejati dalam mengusut kasus ini, termasuk terhadap perkara lainnya,” ingat Adhariani.
Mantan anggota DPRD Kalsel ini mengungkapkan, sejumlah kepala daerah di Kalsel  terindikasi bermasalah dengan hukum. Saat ini, bebernya, tidak kurang antara 4 sampai 5 kepala daerah yang bakal menjalani proses hukum karena diduga telah melakukan tindak pidana korupsi. “Ada 4 sampai 5 kepala daerah yang nyata-nyata terindikasi, dan ini tidak main-main. Ini berdasarkan hasil temuan BPK RI,” tandasnya.
Menurut Adhariani, kasus yang dominan melibatkan para kepala daerah ini tidak lain adalah soal PDAM, di samping penyalahgunaan anggaran tentunya. Jenis temuan BPK sendiri lanjut Adhariani, antara lain masalah penyertaan modal daerah.
“Kasus yang paling dominan adalah soal PDAM, jadi hampir seluruh PDAM itu jadi ‘ATM’ pejabat di Kalsel. Terutama di Batola, Kabupaten Banjar, Kota Banjarmasin. Sedangkan untuk provinsi, penyampaian BPK hanya secara umum,” bebernya.
Untuk itu, katanya, ke depan, kepala daerah harus bisa meningkatkan kualitas air.
“Apalagi selama ini mayoritas PDAM mengklaim terus merugi. BEP (kembali modal, red) saja belum, boro-boro bisa untung. Dan itu yang orang bilang aneh bin ajaib, mending ditutup saja, lebih baik diswastakan sehingga pertanggungjawabannya bisa lebih jelas. Sebab kalau kita rugi terus, sementara hasil audit BPK ada indikasi korupsi, itu namanya konyol. Padahal anggaran yang notabene duit rakyat terus digelontorkan untuk itu,” sesalnya.(aris)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar