Catatan Pinggir

Senin, 05 Juli 2010

Indikasi Gratifikasi?


BANJARMASIN – Jaminan hukum diberikan undang-undang yang mengijinkan pihak ketiga memberikan sumbangan untuk dana kampenye terhadap salah satu calon Kepala Daerah dinilai berpolemik, untuk itu harus dihilangkan.
Sebab, menurut Wakil Ketua DPRD Banjarmasin, Iwan Rusmali, benteng hukum untuk memberikan sokongan dana itu terindikasi timbal balik jasa, dan balas budi.
    “Itu sama halnya dengan melegalkan gratifikasi yang notabanenya dilarang UU Tipikor (tindak pidana korupsi, red). Sebab, adanya interaksi kepentingan dimasa mendatang,” ucap politisi partai Golkar ini, kepada Media Kalimantan, diruang kerjanya, kemarin.
    Ditegaskannya, sumbangan pihak ketiga yang kerap dilakoni perusahaan atau pengusaha itu sangat tidak baik dimata masyarakat. “Pencitraan terhadap yang mencalonkanpun akan menjadi negatif,” sebutnya.

    Iwan berkesimpulan, kalau materi muatan yang tertuang di pasal 83 UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah itu tidak diperlukan. “Hapus saja muatan materi UU itu. Sebab ada indikasi balas budi. Itu maksudnya apa. Meski dibatasi, tidak usah saja, sumbangan itu harusnya ditiandakan,” cetusnya.
    Ia berpendapat, kalau dana kampenye itu sebagusnya dikeluarkan dari calon yang bersangkutan, maupun dari partai politik pengusung.
    Sekedar diketahui, dalam UU sumbangan ditetapkan maksimal Rp 50 juta, berbeda dengan pilpres yang maksimal Rp 100 juta. Sedangkan badan hukum maksimal Rp 350 juta (pilpres Rp 750 juta). Mengacu pada UU Tipikor, apakah hal itu dapat dibenarkan dan bisa dikategorikan sebagai gratifikasi? (farid)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar